Jumat, 31 Desember 2021

alih tugas

Aku berikan yang terbaik pada siapapun dan pada apapun. Termasuk pada tempatku bekerja sebagai abdi negara. Nasib berpihak padaku, walau hatiku sempat tercabik karena cinta terhalang jarak. Aku ditempatkan jauh dari tambatan cintaku. Gadis pendiam petugas perpustakaan tempat cintaku berlabuh itu telah menggantung rindu-rinduku.

Setahun waktu yang sangat lama terasa. Di tempat baru kudedikasikan segala potensiku. Datang pagi pulang petang. 

Sabtu, 18 Desember 2021

S a n k s i

.            ( Gambar : doc.ponpesbima)
Pentigraf
Oleh Ye-eS
Rasa rindu Aytun kepada anak semata wayangnya kian hari kian berat. Aura, selepas SD dikirimnya ke pondok pesantren untuk memperoleh pendidikan yang baik, terutama pendidikan agama. Ini memang pilihan terbaik untuk membekali anak baik ilmu agama atau bekal ilmu lainnya. Apalagi anak perempuan, tinggal dan menimba ilmu di lingkungan pondok pesantren lebih membuatnya terjaga, terutama dari pengaruh pergaulan zaman sekarang yang cenderung bebas. Walau demikian, yang dirasa berat bagi orangtua adalah rasa kangen dan rindu. Aturan pondok teramat ketat. Antara wali dan santri tidak diperbolehkan sering bertemu karena akan membuat santri
 tidak betah. 

Untuk menyiasati hal itu, pada suatu kesempatan penjengukan, Aytun menyelipkan sebuah handphone di tas Aura. Aura memahami maksud ibunya. Ia pun menyimpan rapih hpnya dan hanya sewaktu-waktu menggunakannya. Ini berjalan cukup efektif beberapa waktu. Suaminya, Paimin, sudah memperingatkan hal itu tidak baik dalam menanamkan disiplin dan kemandirian, selain hal ini dilarang oleh pihak ponpes.

Suatu pagi di hari Sabtu, Aytun dikejutkan dengan kiriman sebuah video dari pengasuh ponpes. Video itu berisi Aura yang sedang menghancurkan handphonenya dengan sebuah palu. Baru saja hendak menelpon pengasuh pondok, sebuah notice pesan berbunyi. "Putri anda terjaring razia handphone, dan sebagai sangsinya hp tersebut harus dihancurkan oleh tangan santri sendiri. Atau, hp dan santrinya dikembalikan ke orangtua." Terbayang cicilan yang masih panjang, sementara hpnya telah hancur oleh tangan putrinya sendiri. 

Rabu, 15 Desember 2021

Kaos Kaki Bolong

                       (Gambar: kisah inspiratif)
Pentigraf
Karya Ye-eS

Paimin memandangi kaos kaki bolongnya yang teronggok di ember cucian. Sayang kalau dibuang, pikirnya. Sayang juga klo harus keluar uang buat beli yang baru. Gak seberapa sih. Tapi bagi anak kuliahan yang hidup merantau, tentu sangat berharga. Apalagi dompet sedang menipis dan uang kiriman sudah mau habis. Toh masih bisa dipakai dan tidak mungkin kelihatan bolongnya. 

Walau selapuk apapun, Paimin takkan membuang kaos kaki itu. Dengan memandangnya saja, sudah bisa menjadi pengobat rindu pada pemberinya. Aytun, seorang gadis mahasiswa seni yang kini rajin ia kencani. Weekend nanti juga sudah ada janji. Walau Paimin masih bingung, mau kemana malming nanti. Mau diajak ke kafe, khawatir isi dompet gak nyampe. Maklum si doi suka banyak maunya.

Sabtu pagi Paimin tak sengaja ketemu Aytun di acara kampus. Di tengah acara, ada selingan doorprize bagi pengunjung yang beruntung. Pengunjung dipanggil secara acak dengan syarat tertentu yang kadang aneh-aneh. Mulanya Paimin tak tertarik. Tapi saat pemandu acara memanggil pengunjung yang memakai kaos kaki bolong, ia langsung berdiri untuk menuju ke panggung. Aytun menarik lengan Paimin. "Ngapain, Mas, malu ah!" Paimin hanya tersenyum tak menghiraukan. Tepuk tangan meriah hadirin menggema saat Paimin membuka sepatu dan menunjukkan kaos kaki bolongnya.  Paimin melenggang dengan hadiah dua tiket gratis ke Malibu. Kencannya malam Minggu nanti akan berkelas. Aytun menatapnya sumringah.
 

Selasa, 14 Desember 2021

J a t u h

Baru kali ini Paimin berada di ketinggian. Ia terus mendaki tebing terjal berbatu. Tangannya menggapai mencari pegangan. Kakinya harus tepat menapak pijakan. Tenaganya ia kumpulkan untuk mengangkat tubuhnya. Jarinya berpindah pegangan. Mencengkeram kuat tonjolan batu di badan tebing. Sekali terlepas ia akan disambut dasar jurang yang menganga. 

Nyalinya hampir saja hilang. Namun suara sayup-sayup memanggil namanya kembali menguatkan tekadnya. Aytun dalam bahaya. Entah bagaimana komplotan pemuda berandal itu sampai bisa ke puncak tebing membawa tambatan hatinya. Paimin yakin kedatangannya tak diketahui. Sudah tak sabar ia ingin menghajar komplotan itu dengan jurus silat yang dipelajarinya di padepokan.

Sesekali ia menoleh ke bawah. Begitu curam. Ia menatap sekeliling. Tiba-tiba angin bertiup begitu kencang. Suaranya bergemuruh. Awan yang berarak tergerak menuju ke arahnya. Jantungnya berdegup kencang. Hatinya menciut, menahan terpaan angin yang kian kencang. Pertahanannya melemah. Tempat pijakannya tiba-tiba merapuh. Bebatuan yang keras itu pun bergetar dan menghancur. Dalam terpejam ia terlepas. Tubuhnya melayang-layang hingga ke bawah. Gubrak. "Kamu ini apa-apaan Mas .... Tidur siang aja jatuh dari kasur," Aytun terkekeh mendapati suaminya terjatuh dari tempat tidur.

Jumat, 10 Desember 2021

kutitip cinta pada pemilik cinta

                                                                 (Gambar: Iqra.com)

Pentigraf
Karya Umi Noor

       
       Lantai 2 Flamboyan 212 begitu lengang. Sesekali cahaya kilat merasuk lewat kaca jendela yang bercadar kain menjuntai. Langit malam belum lelah menebar gerimis. Seperti kelopak mataku yang tak mampu membendung tangis. Kupeluk Mas Pras yang terbaring lemah diatas tempat tidur. Selang infus yang menempel ditangannya sedikit menghalangi pelukanku. Tubuh Mas Pras menggigil dan sesekali bergerak-gerak. Matanya terpejam kuat seperti menahan rasa sakit yang teramat sangat. 
      Kudekatkan bibirku ke telinganya. Kubisikkan kalimat-kalimat toyibah. Kutuntun Mas Pras agar mengikuti ucapanku. Sesekali bibirnya bergerak-gerak, seprti menirukan ucapanku. Kepegang erat telapak tangannya. Ingin rasanya kuberikan seluruh kekuatanku padanya. Kucium pipinya dengan tetap kubisikan kalimat toyibah. Namun tiba-tiba dari mulutnya keluar busa putih, reflek aku mundur menjauhkan wajahku dari wajahnya. Aku beristighfar. Kuambil tisu lalu kulap mulutnya. Tapi busa masih terus keluar bahkan dari telinga juga. Mbak Yani yang menemaniku, segera keluar dan kembali bersama seorang dokter dan beberapa perawat. 
      Perasaanku jadi tak menentu. Rasa takut dan hawatir bercampur dengan isak tangis yang tak dapat kubendung. Aku takut kehilangan Mas Pras. Aku belum siap berpisah dengannya. Ketakutanku semakin menjadi ketika tubuh Mas Pras tiba-tiba mengejang. Matanya terbuka bersamaan dengan tarikan napasnya yang begitu panjang. Lalu perlahan terpejam seiring nafasnya yang kian menurun. Kupanggil namanya sambil kugoyang-goyang tubuhnya. Dokter dan perawat segera melakukan tindakan. Pacu jantung dihentakkan beberapa kali. Namun Mas Pras tetap terkulai diam. Dokter menatapku sambil menggelengkan kepala memberi isyarat. Seiring suara dari monitor berbunyi panjang dan garis spiral kian melurus datar. Mas Pras nampak seperti tertidur lelap, raut wajahnya tenang tanpa menahan rasa sakit lagi. Aku baru merasakan keanehan. Kupanggil suamiku berkali-kali sambil kupeluk erat. Kuciumi keningnya dengan tangis yang yang tak dapat kubendung. "Innalillahi wa innalillahi rojiun" Ucapan Mba Yani samar kudengar. Semuanya menjadi gelap.

Ritual Malam Jum'at

    
       Malam Jum'at memang masih dianggap sakral. Ayah Jamilah yang keturunan Jawa, sering melakukan ritual pada malam itu. Konon katanya, pada malam Jum'at arwah leluhur menyambangi keturunannya. Ayahnya selalu menyediakan berbagai suguhan atau sesajen untuk menyambut leluhurnya. Selain itu ayah Jamilah memiliki banyak benda pusaka bertuah. Pada malam Jum'at pula, benda-benda pusaka itu disucikan. Berbagai ritual pun dilakukan.
      Malam Jum'at yang lalu Jamilah pun melakukan ritual. Maklum baginya malam Jum'at bukan hanya sakral, tetapi malam yang selalu ia tunggu-tunggu. Ia ingin menjadi istimewa pada malam itu. Sejak petang ia sudah nguprak nguprek tubuhnya. Ia pergi ke salon untuk perawatan dari mulai ujung rambut sampai ujung kaki. 
      Sebuah motor ojek berhenti menurunkan penumpang di depan rumahnya. Hati Jamilah berbunga-bunga menyambut kedatangan tambatan hatinya. Sebuah pelukan dan kecupan mendarat di keningnya. Aliran darahnya mendadak berseliweran penuh harap. Usai merapikan tas dan mengunci pintu, Jamilah melenggang gemulai dengan gaun tidurnya menuju peraduan. Mimpi indahnya buyar saat mendapati pangerannya sudah terlelap. Jamilah kecewa. Semua ritualnya sia-sia. O

Memeluk Rembulan

Pentigraf
Karya Umi Noor

       Senja kian temaram. Hujan sore tadi menyisakan dingin yang menusuk tulang. Suara adzan maghrib baru selesai berkumandang.Terdengar senandung shalawat dan pujian dari beberapa mesjid dan musholla. Jalanan nampak lengang, hanya sesekali kendaraan berlalu lalang. Seorang pemuda berpostur tubuh atletis, berjaket dan berhelm hitam menutupi seluruh wajah dengan kecepatan sedang masih memacu ninjanya di jalanan. Dialah Rama, pemuda yang sopan, baik hati dan mandiri. Karena pekerjaanya, dia kost di luar kota. Dia biasanya pulang saat akhir pekan.     
         Kamis sore, kerinduan pada ibunya tak tertahankan. Ibu sepuh yang sendirian di rumah. Ayahnya meninggal tiga tahun yang lalu. Kedua kakak perempuannya ikut bersama suaminya. Selain itu, ada rindu yang membelenggu hati dan pikirannya. Rindu pada tambatan hati sejak SMA dulu. Sudah lama tak berkabar. Saat dihubungi, nomor ponselnyapun tidak aktif. Memang Rama belum pernah menyatakan perasaannya pada gadis itu. Tapi bagi Rama, perhatian dan keakrabannya selama ini sudah lebih dari cukup sebagai isyarat cinta padanya. 
       Sampai di rumah, Rama mendapati ibunya sedang berdzikir di kamar. Ia bergegas ambil wudhu lalu shalat maghrib. Ibunya masih berdoa ketika ia usai sholat. Rama menyandarkan tubuhnya pada sofa di ruang keluarga. Saat hendak mengambil remot TV di atas meja, matanya tertuju pada secarik kertas undangan yang terlihat indah. Tangannya  perlahan hendak membuka plastik sampul undangan itu ketika ibunya tiba-tiba muncul dari kamar. "Itu undangan dari Sinta, lusa dia akan menikah." Suara ibunya yang lembut terasa bagai petir yang menyambar. Selama ini ia ternyata hanya memeluk bulan, batinnya.

Rabu, 08 Desember 2021

Gara-gara Daring

Pentigraf
Karya  Yayah Kurniyah
Editing oleh Yoyon Supriyono

Menang repot kalau punya banyak grup wa. Repotnya sama seperti punya istri banyak. Kadang kesulitan mengatur waktu untuk bisa eksis, up to date dan proporsional. Belum lagi jika punya peran sentral seperti menjadi pembicara dalam webinar, mengajar daring, atau kegiatan online lainnya. Kepala ini rasanya berisi jejaring laba-laba yang ruwet. Kadang pusing dan kewalahan sendiri. Pagi harus berada dimana, siang berkunjung kemana, sore, malam dan seterusnya harus selalu stay tune. Atau sekedar menikmati diksi yang berkeliaran dalam pentigraf yang lagi bertabur di kolider. Tapi itulah takdirku. Waktu hidupku banyak kuhabiskan di dalam kamar atau ruang kerja. Semua aktivitas kulakukan dari dan di rumah. Kesibukanku berpindah tempat di dunia maya. Kadang makan pun terabaikan. Sering telat. Pinggang sering terasa panas dan pegal, hingga menjalar ke punggung.

Pagi tadi aku bangun kesiangan. Maklum semalam terlena berkencan dan bercumbu dengan hiruk pikuk penghuni internet. Jam sembilan. Woalah ada beberapa event dan jadwal daring yang sudah telat. Aku harus segera stay tune dalam belahan jiwaku, dimana duniaku ada di sana. Sebuah benda pipih bernama hape, handphone, atau apalah sebutannya. Beberapa saat aku mondar mandir mencarinya. Namun sudah semua ruangan di rumah ini kugeledah, belum juga kutemukan. Entah berada dimana dia. Aku semakin bingung, kesal dan panik. Sesekali kupelototi jarum jam yang terasa cepat sekali berputar. Rambut yang mulai memutih di atas batok kepalaku yang agak botak, menjadi sasaran garukan jemari kukuku walau tidak gatal.

Waktu terasa semakin menghimpitku. Rasa bingung, kesal, marah bersimbiose dalam stres dan kepanikan. Aku berusaha menenangkan diri. Kuambil napas dalam-dalam. Mataku kupejam dalam dunia permenungan. Tiba-tiba terbersit ingatan akan tempat tidur. Segera kubuka mata dan kuangkat tepian kasur. Benar. Sosok itu ada disana. Tanganku reflek meraihnya dan hanya dalam hitungan detik  benda pipih itu sudah berantakan berkeping-keping di atas lantai. "Prak!" Tak sadar aku telah membantingnya. Rasa jengkel secepat kilat berubah menjadi penyesalan. Aku terdiam menatap kepingan-kepingan tak berguna. Bayangku melayang pada jendela-jendela zoom yang terlewat. Sesekali terlintas guliran chat di kolider yang ditumbuhi virus-virus pentigraf yang terus menjamur.

sahabat malam

Insomnia. Kata ini sudah menjadi temanku mencumbui malam. Entah sejak kapan tepatnya berawal. Mungkin sejak aku kehilangan teman-teman setelah satu per satu menemukan pasangan hidupnya. Atau sejak seringnya mendengar rengekan ibuku yang rindu menimang cucu. Atau panas mendengar gunjingan tetangga yang menganggap ku perjaka tua, bujang lapuk atau jomblo abadi. Ah, persetan dengan semua itu. Yang pasti dalam malam kutemukan damai hati. Apalagi bila Amelia hadir

Lala

Lala. Begitu panggilan anak perempuan berusia empat tahun itu. Wajahnya cantik dengan rambut ikal pendek dan pipi cubby. Kulitnya coklat sawo matang, khas anak nelayan yang akrab dengan pantai. Dia aktif dan periang. Berbeda sekali ketika usianya belum genap setahun. Saat itu ia mengidap sakit jantung bawaan. 

Beruntung, Rumah Sakit Harapan Kita telah memenuhi doa dan harapan orang tuanya. Paska tindakan operasi pemasangan balon pada jantungnya, Lala tumbuh normal seperti anak seusianya. Dia sehat, riang, pintar dan lincah. Gerakannya sungguh gesit. 

Saat ini ia lagi gandrung bersepeda. Sebuah sepeda mini hadiah ultah, menjadi teman setianya sehari-hari. Merasa sudah mahir, ia minta ayahnya melepas roda penyangga, seperti teman-temannya. Awalnya masih oleng, tapi Lala terus mencoba hingga lancar. Beramai-ramai Lala bersepeda dengan teman-temannya. Full semangat, Lala mengayuh sepeda dengan kencang memimpin di depan. Saat hendak berhenti ia mendadak menarik rem. Namun karena lajunya terlalu kencang, sepeda Lala oleng dan terjun ke selokan. Teman-temannya berhenti dan tawa berirama koor pun meledak. Lala segera bangun lalu meraih sepedanya. Melihat tawa teman-temannya, Lala pun ikut terbahak-bahak. Pakaian basah kuyup dan berlumpur tak dihiraukannya. Beruntung dia tidak apa-apa, malah tertawa gembira. Ini pengalaman pertamanya jatuh dari sepeda.

wajah datar

Pentigraf 
Karya Mardiani

Udara London  terasa dingin meskipun sudah memasuki musim panas. Kami berempat  menunggu bis di  halte sekitar Almey Road. Tidak lama bis tingkat merah khas London alias  Doble decker merapat di halte. Bis 102 dengan tujuan akhir Golden Green ini akan mengantarkan kami  ke  Mesjid Raya London. 

Pintu bis terbuka,  tamapak seorang pria berkulit hitam duduk dibelakang kemudi. Wajahnya datar tidak mmemberikan ekspresi apa-apa. Satu persatu dari kami segera naik ke dalam bis dengan menempelken kartu oyster sebagai alat pembayaran non tunai ke kotak sensor yang ada di dekat  dasbor bis. Namun  saat oysterku ditempelkan, sensornya tidak merespon. Ternyata saldo pulsa di kartuku tidak mencukupi. Lalu aku mencoba menggunakan kartu cadangan. Masih tidak merespon. Aku jadi bingung dan panik. Sementara disekitar sini tidak ada toko yang menyediakan isi ulang kartu Oyster.  Lalu pengemudi bis menyarankan kami untuk menggunakan kartu kredit atau kartu debit. Aku mencoba beberapa kartu yang kami miliki, namun sepertinya tidak ada yang support. 

Aku benar-benar bingung, transportasi disini tidak ada yang menggunakan uang tunai. Kami manatap sang pengemudi berharp ia mengijinkan aku naik. Masih dengan wajah datar si penegmudi  menatap kami sejenak, “ Okey, take your seat.” katanya. Hatiku girang tiada terperi. Kuucapkan terim kasih tak terhingga padanya. Ia hanya mengangguk masih dengan ekspresi datar.

Bu Linda

Pentigraf
Karya Wiwit Widiyanti


Letak kelas 4 berada di lantai dua. Setelah menaiki tangga, berbelok ke arah kanan. Ruang kelas tersebut terletak di paling sudut kanan. Sebelum memasukinya, masing-masing siswa melewati lorong yang sedikit tertimpa cahaya. Agak gelap memang, karena sinar mentari terhalang oleh rak pajangan piala. Ada rasa yang tidak biasa setiap melewati lorong tersebut. Rasanya ingin mempercepat langkah melewati lorong, supaya segera sampai di dalam kelas.

Bu Linda wali kelas 4, telah duduk dengan wajah tertunduk di meja guru menunggu kehadiran siswa siswinya. Setiap siswa yang datang, langsung menuju tempat duduknya dan mengobrol dengan teman-temannya. Tak lama kemudian, bel berbunyi menandakan waktu mulai belajar telah tiba. KM segera menyiapkan kelas untuk memimpin berdoa dan mengaji. Bu Linda tetap duduk di mejanya dan tak banyak bicara. Dia hanya menatap siswanya sesaat dengan tatapan kosong. Wajahnya yang ayu dan putih, terlihat lebih pucat.

Selesai siswanya mengaji, tanpa berbicara sepatah katapun bu Linda keluar dari kelas. Anak-anak saling berbisik hingga terdengar ketukan halus dari balik pintu. Kepala Sekolah mengabarkan bahwa Bu Linda mengalami pendarahan hebat dan meninggal dunia beserta bayi yang dikandungnya. Seorang siswa  bertanya, "Pak, siapa yang duduk di meja guru tadi?" Semua membisu, hanya aroma melati menyeruak ke ruangan kelas.

Senin, 06 Desember 2021

KM 166

Pentigraf
Oleh Yoyon Supriyono

Sudah setengah jam aku di rest area KM 166. Apakah dia hanya mempermainkan perasaan pria yang sudah bertahun-tahun menjomblo ini? Ah, tidak! Walau keakraban kami terjalin hanya dalam maya, dia telah berlabuh jauh dalam samudra hatiku. Bagiku, gadis yang kukenal dalam webinar menulis fiksi itu sudah teramat dekat. Pandainya dia mengukir kata, kisah getir cintaku telah menginspirasi karyanya. Aku terbawa alur kisahnya, hingga ada rasa yang berkecambah dan ingin kusemai di hatinya. 

Sudah satu jam aku masih sabar menunggu. Kucoba membunuh ragu yang genit menggoda. Entah aku yang terlalu lugu, atau benih rasa terlalu kuat menguasai nalarku. Masih yakin sebentar lagi akan kulepas setangkai mawar dari busur hatiku. Kubiarkan bibir ini tersenyum membayangkan dia menerima mawar persembahanku. Kubiarkan juga ada bahagia terkemas dalam harap yang terselip di lubuk hati. Tetap kubiarkan, hingga waktu yang jadi penentu.

Jelang sabarku hilang, seorang gadis tetiba sudah berdiri menyapaku. Ternyata dia benar-benar datang. Ada girang diantara degup jantung yang mengencang. Tapi juga ada tanya, siapa lelaki yang bersamanya. Lelaki yang tak pernah ia ceritakan dalam keakraban maya selama ini. Pasti dia adalah adik, kakak, atau famili yang mengantarnya, pikirku menghibur diri. "Mas Paimin, ini Rangga, editor novel pertamaku yang akan segera terbit. Nanti hadir ya saat launching sekaligus pertunangan kami," katanya sambil menaruh undangan warna pink. Kuremas mawar yang sedari tadi kugenggam di bawah meja taman. 



perjuangan ke Paris



Pantai sumur Tiris (Paris) menjadi obyek wisata yang lagi viral saat ini. Sering kutemukan viewnya dicumbui pecandu Selfi terpajang pada dinding medsos. Aku yang warganet pemula, jadi penasaran dibuatnya. Bersama teman-teman grup alumni UT kami pada Minggu pagi di akhir November, kami bermotor ria kesana. Walau sedikit mendung di awal pagi, tidak menghalangi kami untuk berangkat. 

Perjalanan dari kota ke lokasi lumayan jauh. Aku putuskan untuk mengendarai N-Max, penghuni baru di garasi kami. Motor berpostur bohai ini cocok dengan bodiku. Selain itu, aku belum mencobanya untuk jarak yang agak jauh. Awalnya jalanan begitu mulus. Namun ketika berbelok ke perkampungan, Medan jalannya banyak berlubang. Ditambah lagi hujan yang turun semalam menyisakan genangan air. Aku harus extra hati-hati. Jika tidak, baju dan sepatu baruku yang kelonggaran ini tentu akan bersimbah cipratan air kotor. 

Selesai menembus perkampungan, kami dihadapkan pada medan yang lebih ekstrim. Jalan tanggul sempit dan licin dengan bentangan empang di kanan kiri, membuat down nyaliku. Aku berhenti untuk mengumpulkan keberanian yang sempat terserak. Walau sudah tertinggal jauh, bayangan Paris mendongkrak semangatku. Si bohai kembali meluncur perlahan. Rasa tegang berpadu semangat membuat suasana hatiku bak permen nano nano. Rasa itu juga membuat mati rasa. Sampai di lokasi aku disambut tepuk tangan oleh rombongan yang telah tiba duluan. Tidak hanya tepuk tangan, tawa yang tak henti dan tatapan mata ke bawah kakiku membuatku curiga. Aku terkejut mendapati kakiku blepotan tak bersepatu. Parahnya lagi sebelah telapak kakiku sudah tak berkaos kaki. Aku baru sadar semua itu yang membuat mereka tertawa. Entah terbenam dimana sepatu baruku. Juga sebelah kaos kakiku. Tapi semua terbayar oleh keindahan view pantai dan menara Eiffel tiruan yang nampak tertawa sinis memandangku. 

Jumat, 03 Desember 2021

Kepulanganku

Kepulanganku kali ini tak seperti biasanya. Cuti yang kuambil cukup lama, hampir satu bulan. Biasanya aku pulang enam bulan sekali. Namun waktu cutinya cuma sepuluh hari. Jika pulang setahun sekali, maka waktu cutinya 20 hari plus ada bonus dua hari. Itu aturan di tempatku bekerja. Sebuah perusahaan asing di luar Jawa. Semua sudah kurencanakan dengan matang. Semua itu agar aku punya waktu leluasa untuk melepas rindu dengan keluarga. Membersamai mereka dalam waktu yang agak lama adalah dambaanku selama ini. 

Seperti biasa aku disambut dengan penuh kegembiraan. Terutama putri kecilku yang baru berusia lima tahun. Ia tak mau lepas denganku. Tidurpun minta dikeloni aku, papahnya. Yang sulung kebanyakan mengalah. Ia sudah kelas tiga SD, dan ibunya mendidiknya agar mandiri. Hari-hariku kulalui dengan mengajak keluargaku berbelanja ke mall, berwisata, dan mengunjungi kerabat dekat. Terutama ibu yang sering aku kunjungi, karena beliau sedang sakit. Radang akut sudah lama bersarang di paru-parunya. 

Menjelang cutiku habis, istriku bilang bahwa ia sepertinya sedang mengandung. Aku bahagia mendengarnya. Akupun mengajaknya untuk memeriksakan kandungannya ke bidan atau dokter. Awalnya menolak, tapi akhirnya setuju dengan syarat ia berangkat sendiri saja dan aku membersamai anak-anak di rumah. Aku setuju saja walau kurasa ada yang ganjil. Hingga kutemukan secarik kertas catatan kehamilan yang tersimpan dalam tas coklat yang ia sembunyikan dalam lemari. Bagai tersambar petir saat kutahu bahwa istriku sedang hamil empat bulan. Tulang-tulang seperti terlepas dari tubuh saat teringat cerita ibu bahwa ayah sering menginap untuk menengok cucunya. Aku terduduk lunglai dengan remasan kertas di tangan. Istriku datang meratap di pangkuan. Sementara'di luar pintu kamar ayahku berdiri mematung.

Senin, 29 November 2021

Paris


Naik jabatan pasti hal yang didamba banyak orang. Termasuk pendamping hidup alias sang istri. Tentu hal itu akan menambah prestise dalam pergaulan sosialnya. Bagi sebagian orang, boleh diibaratkan naik kelas sosial. Imbasnya akan berpengaruh pada pola dan gaya hidup. Semua harus menyesuaikan kelasnya. Begitu pandangan Aytun, ketika mendengar suaminya naik jabatan sebagai kepala dinas.

Ucapan selamat berhamburan di sudut-sudut medsos. Bahkan teman sekolahnya dulu, kompak minta syukuran makan-makan. Hari Minggu mereka datang. Usai makan mereka membahas reuni yang sudah menjadi agenda tahunan mereka. Sambil beres-beres di ruang tengah, Aytun mendengar bahwa reuni tahun ini akan diadakan di Paris. Berbunga hati Aytun. Mimpinya naik menara Eiffel bakal terwujud. 
Sesuai rencana, reuni diadakan dengan membawa pasangan hidup masing masing. Paimin sengaja tak bilang soal waktunya. Dia ingin bikin surprise untuk istrinya. Avanza baru yang masih gres membuat Aytun tertidur pulas hingga tiba di lokasi. Hawa pantai dan teman-teman sekolah Paimin yang sudah berkumpul membuat bingung Aytun yang baru siuman. Paimin menjelaskan bahwa ini acara reuni. Aytun kaget karena sepengetahuannya, reuninya akan diselenggarakan di Paris. 
"Ini Paris, sayang. Yuk kita ke menara Eiffel untuk foto bareng," ajak Paimin. Aytun terbengong-bengong melihat menara Eiffel menjulang dan tulisan PARIS terpampang membelakangi lautan. Sejak kapan menara Eiffel dipindah ke Indramayu, pikirnya

Minggu, 28 November 2021

Rayband

Sebagai kepala sekolah wanita, walaupun di SD terpencil, tetap harus gaul. Apalagi sekarang jaman digital, ibu-ibu guru selalu update dan narsis. Aku yang sudah lewat kepala lima pun harus ikutan, biar gak dibilang gaptek. Walaupun awalnya agak males, lama kelamaan jadi ketagihan. Sehari gak bikin status, rasanya gimana gitu....

Saat itu anak-anak ada kegiatan ANBK. Karena sekolah kami tak memiliki sarana TIK lengkap, anak-anak menumpang di sebuah SMP terdekat. Sebagai kepsek aku harus monitor pelaksanaannya. Kebetulan pengawas juga monitoring hari itu. Sebelum ke ruang ANBK, kami menemui kepala SMP terlebih dahulu. Ternyata orangnya keren. Reflek, aku minta berfoto bareng untuk dokumentasi. Aku minta tolong operator untuk mengambil gambar.

Sebelum pulang, aku pamitan dan menemani anak-anak yang sedang menunggu jemputan. Di sela waktu menunggu, aku penasaran melihat hasil jepretan tadi dan bermaksud kuupload di sosmed. Aku terkejut mendapati foto-fotonya semuanya gelap. Langsung kupanggil operator yang tadi mengambil gambar. Aku kesal ketika dia justru bilang fotonya bagus-bagus dan terang. Guru lainnya juga malah membenarkan, fotonya keren katanya. Aku semakin tenggelam dalam kebingungan,vfoto gelap kok dibilang keren. Hingga guru operator itu mendekati sambil senyum-senyum, "Maaf Bu, tentu saja semua fotonya gelap, karena Ibu memakai kacamata hitam!" Spontan kulepas kacamataku diiringi simfoni tawa yang cetar....

Sabtu, 27 November 2021

Rintik
Satu satu berdatangan
Tanpa permisi berjatuhan
Kian banyak jadi hujan
Kau cumbui dedaunan
Kau bisikkan pesan
Pada bebijian
Tumbuh hijaukan
Tanah tanah gersang


Jumat, 26 November 2021

Perintah Baju Dimasukkan

Pentigraf
Oleh Yoyon Supriyono

Menjadi guru, bagi Paimin banyak suka dukanya. Walaupun hanya bertugas beberapa hari sebagai guru pengganti, Paimin merasa betah. Ternyata membersamai anak-anak itu menyenangkan dan ada kepuasan tersendiri. Paimin menggantikan guru yang cuti karna sakit. Ia bertugas mengajar siswa SD kelas lima.

Saat itu hari Senin. Paimin sudah berdandan rapih. Ia berdiri di depan gerbang sekolah mendampingi Bu kepsek. Satu demi satu anak-anak menyalami mereka. Ketika ada anak yang pakaiannya belum rapih, Paimin langsung menegur dan memberi nasihat agar bajunya dimasukkan ke celana. Juga bila mendapati anak berambut panjang, Paimin menyuruhnya potong rambut sepulang sekolah.

Bel berbunyi. Dari pengeras suara terdengar aba-aba agar anak-anak berbaris di lapangan upacara. Di antara barisan ada seorang anak yang tidak berbaju. Tentu saja hal ini menjadi perhatian para guru. Bu Ine, kepala sekolah, langsung menghampiri dan bertanya mengapa anak itu tidak memakai baju. Anak laki-laki yang ternyata siswa baru itu menjawab tanpa beban. "Kan kata pak guru itu, bajunya suruh dimasukkan ke celana." Paimin melongo menyaksikan anak itu menunjuk ke arahnya. Bu Ane dan guru lain tersenyum melihat celana anak itu melembung terisi baju.

Kamis, 25 November 2021

Kisah Naik Vespa Antik

Vespa memang jenis sepeda motor keren pada masanya. Karna mesinnya bandel, motor jenis ini tahan lama. Saat ini, motor Vespa tergolong motor antik. Apalagi yang tahun produksinya tergolong tua, dan kondisinya masih ok, harganya bisa selangit. Paimin yang jatuh cinta pada jenis motor ini, rela menjual N-max barunya demi membeli Vespa antik tahun 60-an. Aytun sebetulnya kurang setuju lantaran joknya terpisah. Kan kalau dibonceng jadi kurang mesra, dalihnya.

Pada Minggu pagi Paimin mengajak Aytun touring dengan Vespa antiknya. Maksudnya untuk menghibur Aytun agar tak kecewa. Tak tanggung-tanggung, ia membawa istrinya wisata ke pegunungan. Aytun menurut saja, yang penting suaminya bahagia. Hingga sore hari mereka baru pulang. Karena lelah Aytun mengantuk sepanjang perjalanan. Tangannya berpegangan erat pada handel di belakang jok depan. 

Sesampai di rumah, Paimin terkejut mendapati jok belakangnya kosong. Ia bertanya-tanya kemana Aytun. Tak mungkin bila istrinya itu loncat turun di tengah jalan. Paimin putar balik mencari Aytun. Sepanjang jalan matanya jelalatan. Namun sudah jauh Vespa melaju, Aytun belum juga nampak. Tiba-tiba hp di saku celananya bergetar. Ia berhenti dan segera membuka sebuah pesan masuk. "Istri anda saat ini berada di puskesmas dengan luka ringan akibat terjatuh dari motor. Mohon segera dijemput."

Jumat, 19 November 2021

Tanya

Rembulan temaram
Gerhana menelan cahaya
Angin yg melaju
Merobek sepi
Menusuk relung hati
Membuka celah jiwa
Berkaca pada silam
Mengeja rencana
Menatap masa depan
Dalam tanya


gerhana

Malam membingung
Rembulan meredup murung
Sinarnya hilang terkatung
Semilir angin bersenandung
Bernyanyi menyibak mendung
Menghalau awan bergulung
Namun gelap tetap mematung
Menanti gerhana tak berujung

salah kartu

Membahagiakan istri memang sudah menjadi kewajiban suami. Apa yang bisa membuat istri bahagia, suami harus lebih mengerti. Paimin baru menyadari hal itu. Seringnya cekcok dalam rumah tangganya, salah satunya karena tiadanya saling pengertian. 

Saat Aytun ingin pergi belanja, tidak seperti biasanya, Paimin bersedia menemani. Hati Aytun berbunga-bunga. Ia ingin Paimin membelikan anting untuknya. Aytun jatuh cinta pada sebuah anting berbentuk langka dan tinggal satu-satunya. Paimin tak bisa menolak walau harganya selangit. Ketika hendak bayar, uang cash di dompet Aytun tidak cukup. Aytun memberikan dompetnya dan menyuruh Paimin ke ATM. 

Sampai di ATM, Paimin bingung karena kartu yang ia masukkan selalu tertolak. Mau bertanya ia merasa gengsi. Ia pun kembali ke toko mas dengan tangan hampa. Sambil menunjukkan kartu yang tadi ia gunakan, Paimin memberi penjelasan. Aytun mengamati kartu yang dipegang suaminya. "Tentu saja mesin ATM menolak, lha ini kan kartu vaksin!!!" Dengan kesal Aytun nyelonong sendiri ke ATM. Paimin menepuk jidat.

rembulan

Rembulan tersipu
Hilang keberanian tuk titipkan rindu
pada gerimis yang menyerbu

Sabtu, 13 November 2021

Diangkat PNS

Baju korpri identik dengan pegawai negeri sipil atau PNS. Jadi kalau ada orang mengenakan baju korpri, sudah pasti dianggap seorang PNS. Saat mengikuti seleksi PPPK, pengawas ruangan di ruang Aytun, mengenakan seragam korpri. Teman seruangan Aytun, Rodiyah, yang juga teman satu kampus ketika kuliah, juga berpikir demikian. Pengawasnya PNS.

Soal ujian yang dijadikan materi seleksi jumlahnya lumayan banyak. Waktu yang disediakan juga cukup lama. Aytun yang pagi tadi bangun kesiangan, berangkat terburu-buru karena tidak ingin datang terlambat. Karena hal itu, Aytun lupa sarapan. Saat mengerjakan soal kepalanya mendadak pusing. Perutnya terasa perih. Awalnya ditahan, tapi lama kelamaan Aytun merasa tidak kuat. Kepala pusing dan perut nyeri menebar kunang- kunang di matanya. Aytun terjatuh dari kursi dan tak ingat apa-apa lagi. Rodiyah segera menelpon Paimin, dan mengabari bahwa Aytun tak sadarkan diri dan diangkat oleh PNS.

Karena jaringan internet yang sedang kurang baik atau luplep, yang terdengar Paimin Aytun diangkat PNS. Karena merasa senang Paimin langsung menemui Aytun yang ternyata terbaring di ruang perawatan. Awalnya ia mengira Aytun pingsan karena saking senangnya. "Istri bapak pingsan karena stress dan asam lambungnya naik." Penjelasan dokter membuyarkan kebahagiaannya.

Sabtu, 06 November 2021

Evaluasi PHBI

Rapat evaluasi PHBI kali ini sungguh menggembirakan. Laporan dari tiap seksi pelaksanaan kegiatan, semua terlaksana maksimal dan ada nilai plus berupa kelebihan dana, yang pada akhirnya masuk ke kas DKM. Tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya, dimana seringkali pelaksanaan peringatan hari besar Islam merogoh kas DKM.


Kamis, 04 November 2021

Ultah Covid

Penurunan casus covid 19 disambut bahagia semua pihak. Hal ini berdampak positif pada regulasi yang dikeluarkan pemerintah terutama dari satgas covid 19. Pengetatan pada setiap segmen aktivitas kehidupan mulai ada pelonggaran. Mall, tempat wisata dan tranportasi mulai dibuka dengan bersyarat. Kartu vaksin yang saat ini menjadi syarat pada berbagai aktivitas, mulai menjadi kebutuhan. Loket-loket vaksin banyak diserbu masyarakat.

Untuk mengabadikan moment penurunan covid 19, beberapa warga berinisiatif menggelar ulang tahun covid 19 pada Maret tahun depan. Tepatnya ulang tahun kedua yaitu pada bulan Maret 2022. Ini terhitung sejak merebaknya covid 19 di Indonesia. Aytun dan ibu-ibu di komplek tidak mendukung ide ini. Ia berpikir, dengan dirayakan ulang tahunnya, covid akan berumur panjang karena didoakan banyak orang. Sekolah akan tetap daring. Sementara mereka sudah bosan menjadi guru bagi anak-anaknya. Mengerjakan seabreg tugas sekolah membuat mereka pusing.

Paimin justru sangat mendukung adanya rencana ulang tahun covid 19. Debat pun kembali tak terelakan. Aytun dan ibu-ibu membeberkan argumennya masing-masing. Namun argumen Paimin begitu tegas dan rasional. Menurut Paimin, kalau covid berumur panjang berarti bantuan terus mengalir. Tapi bila covid musnah, bantuan pun enyah. Aytun dan ibu-ibu berpikir balik. "Benar juga, ya." 

Senin, 01 November 2021

elegi hujan

Mendung berarak
Bergulung menirai langit
Sembunyikan si raja hari
Hingga sengatnya terhenti
Lantun nyanyian daun jati
Berbisik pada kerontang
Berpesan kepada bumi
Tuk bersiap songsong hujan
Yang tlah lama dinanti

Air, air, air ....
Sorak sorai bijian semak
Yang tercecer di lantai hutan
Berpeluk sabar dalam dzikir penantian
Menyisa semangat bertumbuh 
Ubah kerontang ikhlas bersemi
Berlomba merajut permadani
Lantai bumi kan berseri

Air, air, air ....
Teriak kuncup yang masih sembunyi
Stomata melepas dahaga
Pucuk-pucuk daun tampil sukaria
Berduet sinaran Surya
Dalam pesta fotosintesa
Akar bergeliat menyambut 
Geraknya menjalar cengkeram bumi
Perangi tandus hidupi mata-mata air
Akhiri senandung dalam tangisan kering
Alam kembali hijau
Bencana tak lagi meracau
Kehidupan tak lagi galau








Sabtu, 30 Oktober 2021

Flu Barokah

Menjadi penyiar radio emang mengasyikkan. Selain dikenal dan memberi manfaat bagi banyak orang, juga memiliki kepuasan tersendiri. Namun modalnya tak cukup hanya percaya diri, skill yang dimiliki harus mumpuni. Apalagi kalau mengasuh program tertentu, kadang banyak request dari penggemar.

Aytun yang baru dua bulan menjadi penyiar mengisi kekosongan penyiar yang resign, langsung banyak penggemarnya. Tentu Aytun berusaha agar selalu bisa memuaskan penggemar. Tak terkecuali ketika sedang flu ringan pun ia selalu stay tune on air. Hingga malam itu Aytun terpaksa harus memenuhi request penggemar setianya yang meminta Aytun untuk menyanyi.

Tak kuasa menolak, Aytun mencoba suaranya yang sedang serak. Ia ber

Sabtu Ceria

Raga nan lelah meniti hari



Nyanyian daun jati yg mulai menghijau
Hembusan angin yang sepoi

Jumat, 29 Oktober 2021

Goyang Panggung

Kepergian covid membuat banyak orang bisa bernafas lega. Semua aktivitas sudah kembali normal. Sekolah sudah mulai tatap muka. Mall sudah mulai dibuka. Para pegiat seni hiburan sudah mulai mentas dan buka panggung. Pokoknya semua aktivitas kehidupan yang berdampak konsentrasi massa, sudah bisa leluasa. Di komplek tempat tinggal Paimin, orang hajatan atau kenduri frekuensinya meningkat. Maklum selama pandemi covid, semuanya off. Berbagai hiburan diadakan untuk memeriahkan acara. 

Hobbinya terhadap show dangdut, membuat Paimin tak sabar menunggu hajatan tetangga dekatnya yang akan dimeriahkan organ dangdut siang malam. Namun saat ondangan bersama Aytun, jelas bukan waktu yang tepat. Usai menyantap hidangan, Aytun segera ngajak Paimin pulang dengan alasan sudah ngantuk. Rasa kecewa berubah menjadi peluang. Nanti ketika Aytun sudah tidur, ia bisa kembali ke tempat pertunjukkan, pikirnya cerdas. 

Alunan musik dan biduan yang cantik membuat Paimin terlena. Sudah 2 lagu menemani ia bergoyang di panggung. Entah sudah berapa lembar rupiah yang disawerkan. Tak ada yang bisa menghentikannya, kecuali jeweran tangan Aytun yang kala itu tiba-tiba muncul bergaun tidur. Penonton sorak Sorai menyaksikan adegan dagelan dadakan itu.

Kamis, 28 Oktober 2021

Maulid Nabi Muhammad SAW


Kreativitas berlandaskan persatuan dan kekompakan pemuda pemudi blok BULU desa Geyongan, mewujudkan event besar peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw 1444 H. 

Bulan ini ada beberapa peringatan hari besar yang bersejarah. Pertama Maulid Nabi Muhammad Saw, hari Santri dan hari Sumpah Pemuda.

Rabu, 27 Oktober 2021

I'm sorry, Sir

Sejak bekerja di sebuah perusahaan otomotif, Paimin sering ke luar kota. Agar lebih dekat ke kantor, Paimin pindah ke sebuah perumahan mewah. Tentu saja Aytun senang karena tetangganya banyak orang asing. Dalam waktu singkat mereka sudah terlihat asyik berteman dengan tetangga depan rumahnya. Seorang bule lajang dari England.

Suatu ketika Paimin dapat tugas keluar kota selama beberapa hari. Baru sehari, Paimin mendapat kabar tidak enak dari Michael, tetangga depan rumahnya. Pesan yang dikirim lewat wa tersebut berbunyi, "I'm sorry, Sir. I'm using your wife day and night, while you aren't present at home ...." Setelah membacanya Paimin marah dan langsung pulang. Percuma perang kata-kata di wa, mending langsung hajar saja bule kurang ajar itu, pikirnya.

Turun dari taksi Paimin langsung menemui Michel yang ternyata sedang cas cis cus dengan Aytun. Karena tambah kesal, Michel langsung ia hajar. Sambil menunjukkan pesan di gawainya, Paimin memaki-maki Michael. Setelah memahami duduk perkaranya, sambil ketakutan Michel berucap, "I'm sorry, Mr. Paimin. It's a typo, I mean wifi not wife ...."



Minggu, 24 Oktober 2021

Kopi Pagi


Kopi pagi ini terasa begitu pahit. Ah, tidak masalah, namanya juga kopi ya tentu pahit. Mungkin pramusaji lupa memberi gula, atau lupa mengaduknya. Sebatang rokok telah beradu dengan korek api. Telunjuk dan jari tengah telah menunaikan tugasnya. Kerjasama yang baik antara keduanya, menjepit batang kecil berwarna putih berisi racikan tembakau. Lalu menempatkannya di antara bibirku. Hisapan dan hembusan bersinergi melewati tenggorokan, menciptakan sebuah kenikmatan tersendiri bagiku, salah satu pecandunya. Asap yang mengepul terhembus dari lubang mulut, dan selebihnya melalui lubang hidung. 


Sabtu, 23 Oktober 2021

Avanza Baru

Gegara banyak tunggakan cicilan, sambungan listrik di rumah Paimin nyaris diputus. Setelah kena PHK, Paimin belum memperoleh pekerjaan baru. Tentu saja tabungannya di bank lama kelamaan terkuras. Sampai listrik pun nunggak sudah 3 bulan. Hari itu ada surat tagihan sekaligus peringatan terakhir yang isinya bila tidak segera dilunasi maka sambungan listriknya akan dicabut. Aytun tak mau hari-harinya gelap seperti nasibnya saat ini. Ia pun menjual antingnya yang tinggal sebelah lalu menyuruh suaminya ke kantor PLN.

Dalam perjalanan ke kantor PLN, Paimin tergoda ikut pasang lotre yang hadiahnya mobil Avanza. Hatinya berbunga-bunga membayangkan mobil Avanza yang akan segera diparkir depan rumahnya. Angannya mengawang berduaan dengan Aytun naik Avanza baru.

Pagi hari Paimin terperangah melihat ada Avanza parkir depan rumahnya. Tak salah lagi ia menang lotre, pikirnya girang. Ingin berbagi kebahagiaan, Aytun pun diberitahu. Berdua mereka membuka pintu. Dua orang petugas PLN berseragam lengkap sudah berdiri di teras. Mereka minta izin untuk memutus sambungan listrik di rumahnya.

Pesan dari bawah air (6)

      Sarapan pagi sudah siap. Bu Asri tidak masak. Bila pagi banyak penjual sarapan yang keliling kampung. Ada nasi kuning, soto, serabi oreg atau serabi sayur, nasi uduk dan lainnya. Sebagai temannya ada berbagai gorengan. Mulai dari bakwan, tahu sumpel, tempe goreng, grejeg teri dan lainnya. 
      Usai sarapan Pa Ardan memanfaatkan kesempatan berkumpul pagi itu untuk mencari tahu yang terjadi pada Ayla selama dia terhanyut. Ayla pun menceritakannya dari awal hingga ditolong Ki Bardah.
      Pa Ardan mengeluarkan batu yang dibawa Ayla, karena Ayla belum menceritakannya. 
      "Wanita itu yang memberi batu ini, Yah. Bagus, ya," Ayla memegang batu biru berkilau itu. 
      "Adakah pesan dari pemberi batu itu, Ayla?" Pa Ardan mencoba menggali informasi.
      "Cuma suruh disimpan atau dipakai. Nanti akan berguna katanya," Ayla kecil menjawab seadanya. 
      "Ya sudah, nanti ayah belikan kalung buat Ayla. Dan batu itu untuk bandulnya," pa Ardan mengelus rambut putrinya. Dalam hatinya terbersit niat agar batu itu selalu bersama Ayla. Ia yakin atas kehendak Allah batu itu akan menjadi pelindung putrinya.
       ***
      Seiring berjalannya waktu, saat mendapat Rizki, pa Ardan menunaikan janjinya. Sebuah kalung emas berbandul batu biru, telah melingkar di leher Ayla. 
       Pada hari pertama Ayla memakai kalung itu, perempuan pemberi batu hadir dalam. Perempuan itu tersenyum melihat batu pemberiannya tergantung indah di leher Ayla. 
      "Ayah, semalam saya bertemu dengan perempuan itu," cerita Ayla pada ayahnya. Pa Ardan yang sedang memberi makan ayam sontak terkejut. 
      "Apa yang dikatakannya, Nak?" Pa Ardan penasaran. Apa yang dikatakan Ki Bardah mulai membuka tabir misteri. 
      "Dia cuma tersenyum, Yah. Tapi sebelum pergi ia berpesan supaya aku berpuasa pada hari Senin dan Kamis," Ayla menyampaikan apa yang dipesankan perempuan itu. 
      Pa Ardan membenarkan apa yang disampaikan perempuan itu. Ia mendukung bahwa itu puasa sunah. Sejak saat itu Ayla rutin melakukan puasa Senin Kamis. Untuk mendukung putrinya, ayah bunda nya juga ikut berpuasa.
      (Bersambung)
      

Jumat, 22 Oktober 2021

Pesan Dari Bawah Air (5)

      Pak Ardan mulai merasakan kantuk. Mulutnya berkali-kali menguap. Namun ia teringat pesan Ki Bardah agar berjaga malam ini. Ia melongok putrinya yang tengah tertidur pulas. Ketika hendak keluar dari kamar Ayla, tiba-tiba pa Ardan melihat sesuatu yang aneh. Ia mengurungkan niatnya dan kembali mendekati Ayla. 
      Pa Ardan terkejut melihat ada sinar dari dalam selimut. Mungkin ini kejadian aneh yang dibilang Ki Bardah. Dengan segenap keberanian dan rasa penasaran, ia membuka selimut yang menutupi tubuh Ayla. Rupanya sinar itu datang dari genggaman tangan Ayla. Beberapa saat pa Ardan menatap sinar berwarna biru yang berkilauan itu. 
       Lama kelamaan sinar itu meredup dan hilang. Perlahan pa Ardan membuka genggaman tangan Ayla. Sebuah batu berwarna biru menyala berkilau. Pa Ardan mengambilnya. Batu itu terasa dingin. Pa Ardan membungkus batu itu dengan kain lalu menyimpannya.
       Pa Ardan membaringkan tubuhnya di atas balai. Matanya masih berkedip menatap langit-langit. Pikirannya tak lepas dari soal batu dalam genggaman Ayla. Besok pagi mungkin Ayla sudah bisa diajak ngobrol. Mungkin akan ada penjelasan tentang batu itu.
(Bersambung)

Nikmat Jumat penuh Barokah

      
      Jumat pagi ini Allah memberi nikmat silaturahim bersama seluruh siswa, TU dan guru. Setelah hampir dua tahun pandemi covid telah menjauhkan jarak di antara kami. Hari ini untuk pertama kalinya, bertepatan dg moment indah hari santri dan maulid nabi, kami bermuajaha, bermuhasabah dan mengevaluasi diri, untuk memancangkan tonggak perubahan diri ke arah yang lebih baik. Revolusi yang dilakukan nabi, menjadi titik pengingat revolusi-revolusi yang lain menuju kehidupan sesuai dengan perkembangan zaman.
      Usai memberi sambutan pada peringatan hari santri dan Maulid Nabi, gema marhaban melantun di bumi Empat Terisi. Semoga seluruh warga sekolah menjadi pengikut Rosulallah yang taat dan akan mendapat syafaatnya di akhir zaman, aamiin...
      Acara potong tumpeng kuning dilaksanakan di ruang guru. Diawali olehku selaku kepala sekolah. Lalu rekan guru yang lain satu per satu melayani sendiri sesusi porsi masing-masing. Sedap dan nikmat sekali nasi kuning buatan Ambu Geugeut ini.
      Usai santap nasi kuning, ruang kerja menjadi tempat yang nyaman untuk berselancar di dumay. Motif wa dari kepsek satap 1 mengabarkan ada titipan dari Kasatlantas Polsek Terisi, pak H. Mubin. Aku teringat obrolan saat pelaksanaan vaksinasi kemaren. Voucher tol, dugaanku.
      Siang hari sebuah amplop berisi voucher itupun sampai di tanganku. Aku hubungi pa H. Mubin via wa sekedar menghaturkan ucapan terimakasih dan bertanya cara penggunaannya.
      Setengah duabelas. Aku berpikir tentang jum'atan dan segera ingin mencoba voucher. Karena sedang tidak mukim, aku putuskan pulang lewat tol. Sisa indocafe dalam botol setia menemani sepanjang perjalanan. Aku akan keluar pintu tol Palimanan, sesuai batas penggunaan ruas tol yang tertera di voucher.
      Sesuai petunjuk aku ambil pintu tol paling kiri. Kepada petugas kusodorkan voucher bersama e-tol card. Tak banyak pertanyaan, kecuali nama. Petugas mengembalikan e-tol card dan palang pintu tol terangkat. Mataku mengarah pada dasbord sisa e-tol. Masih tetap. Berarti voucher berfungsi. Terimakasih ya Allah atas rizki yang Engkau limpahkan hari ini. Terimakasih pa H. Mubin, polisi Soleh yang dipilih Allah untuk memberikan rizki voucher tol gratis. Semoga Allah membalas kebaikan pa H. Mubin. Masih tersisa lima voucher yang masa berlakunya hingga akhir bulan ini.
      Subhanallah walhamdulillahi wala ilaaha illallahu Allahu Akbar....

Kamis, 21 Oktober 2021

Isyarat


      "Perut ini koq tiba-tiba mules, ya." Latif bergumam dalam hati. Padahal bus Sendawa baru saja melaju beberapa kilometer setelah berhenti ngisi bahan bakar. Tadi waktu berhenti di pom bensin belum terasa seperti itu. Mau meminta berhenti jelas gak mungkin. Pasti penumpang yang lain pada ngomel. Tapi Latif nampak sudah tak bisa menahan lebih lama lagi.
      Bus melaju dengan kencang. Seiring dengan kencangnya rasa mules di perut Latif. Karena sudah tidak bisa menahan lagi, Latif memberanikan diri minta berhenti kepada supir. Pak supir menggerutu, kenapa tadi tidak ke toilet waktu di pom bensin. Latif terus memohon hingga akhirnya bus berhenti tepat di ujung jembatan. 
      Latif pun langsung turun menggendong tas ranselnya. Ia bergegas melewati semak menuju ke sungai. Ia memilih tempat agak jauh agar tak terlihat oleh penumpang lain dari kaca bus. 
      Entah kenapa Latif begitu lama. Penumpang yang lain sudah tak sabar. Apalagi waktu perjalanan sudah tersita cukup lama karena macet. Beberapa penumpang turun dari bus karena kesal. Ada yang merokok atau sekedar keluar mencari angin segar. 
      Sudah hampir lima belas menit, tapi Latif belum muncul juga. Seorang lelaki mencoba memanggil-manggil. Namun tak ada sahutan. Rimbunnya semak di pinggiran sungai menghalangi pandangan. Latif sama sekali tak terlihat. 
      Pak supir nampak kesal. Berkali-kali ia membunyikan klakson. Tapi tetap saja Latif tak muncul. Entah apa yang terjadi dengan Latif. 
      " Sudah, ditinggal saja Pir! Kita semua bakal telat kalau begini," pinta lelaki yang tadi turun, sambil naik kembali ke dalam bus. Penumpang lain yang tadi ikut turun, kini ikut naik lagi. Mereka mendukung agar Latif ditinggal saja. 
      Pak supir penasaran. Ia menyuruh kondektur dan kernet untuk mencari Latif. Namun lagi-lagi Latif tak ditemukan. Kata-kata kesal dan makian bersahutan. Pak supir semakin kesal. Tak tahan mendapat gerutuan dari hampir seluruh penumpang, pak supir memutuskan untuk berangkat. Lebih baik mengorbankan satu penumpang daripada membuat seluruh penumpang terlambat sampai tujuan.
      "Nah gitu .... Joss pak supir," ucap penumpang yang duduk tepat di belakang supir.
      "Tancap gas ..., uhuyy," sahut yang lain.
      Pak supir merasa termotivasi. Ia semakin bersemangat menjejak pedal gas. Bus melaju kencang. Terdengar sorakan penumpang ketika berhasil mendahului kendaraan di depannya. 
      "Jangan ngebut-ngebut pak supir, saya takut." Seorang ibu paruh baya berkomentar sambil kedua tangannya memegang erat sandaran jok di depannya. 
      "Tenang saja, Bu ... supirnya sudah berpengalaman, betul nggak pak supir?" sahut lelaki di belakang supir. 
      Bus terus melaju. Waktu merangkak mengejar senja. Sementara Latif masih mematung di dekat jembatan. Ia tak habis pikir kenapa ia ditinggal. Tapi ia memaklumi. Mungkin karena menunggunya terlalu lama. Ia juga tak habis pikir, kenapa sampai ketiduran di sandaran batu di tepi sungai tadi. 
      Sebuah bus tanggung muncul menawarkan tumpangan. Mendengar nama kotanya disebut kondektur, ia pun naik. Kondektur menunjukkan jok kosong di bagian tengah. Alhamdulillah, akhirnya dapat melanjutkan perjalanan, puji Latif setelah membayar ongkos bus. Ia pun bersandar memposisikan diri dengan nyaman.
       Setelah beberapa saat melaju, bus yang ditumpangi Latif tiba-tiba melambat. Di depan nampak ramai orang berkerumun. Ada mobil polisi yang lampu sirinenya menyala. Latif mendekati pintu. Ia bertanya kepada orang di luar. 
      "Ada apa, Pak?" tanya Latif ingin tahu.
      " Kecelakaan, Mas. Bus Sendawa masuk jurang," jawab salah seorang.
      Bagai disambar petir, Latif sangat terkejut mendengar nama bus yang disebut orang tadi. Bus yang telah meninggalkannya. Ia tak henti bersyukur menyebut asma Allah. Jika Allah tak memberi rasa mulas di perutnya hingga ia ditinggal, mungkin ia berada di dalam bus yang masuk jurang itu.

Rabu, 20 Oktober 2021

Rabu Merah


      Manusia hanya berencana, Allah swt yang menentukan. Makan siang yg sdh siap dihidangkan, kami urungkan hanya karena begitu yakin menunda sejenak utk besuk suami Bu Novi di Haurgeulis. Jarak dari Terisi sebenarnya lumayan jauh, tapi kesombongan kami mendahului ketetapan Ilahi yg maha pengatur dan maha mengetahui. Ampuni kami atas kesombongan ini, ya Allah...
      Kami tak ada yg tahu kalau ada jembatan yg lg dalam perbaikan di jalur yg hendak kami lewati. Setelah perjalanan cukup jauh, terpaksa kami putar arah, mencari jalan alternatif sesuai petunjuk orang yg kami temui di jalan. Kami blusukan ke wilayah Gantar yang banyak berhutan. Pohon-pohon jati yg tampak berdaun muda segar efek hujan kemarin, menjadi saksi bisu. Daun-daunnya bergoyang ditarikan angin siang yg kegerahan. Gemulainya nyinyir meledek kami berlima. 
      Setelah 2 jam perjalanan baru sampailah kami di Cipancuh Asri. Perumahan yg memang asri utk hunian keluarga. Lokasinya strategis. Serba dekat ke akses sarana umum. Dekat pasar, dekat stasiun, dekat ke alun-alun, bank dan pusat perbelanjaan utama. 
      Keyakinan kami yg berlumur kesombongan, sungguh jauh dari tepat. Tadinya menurut kami semestinya saat ini sudah sedang menikmati sayur asem, goreng ayam dan ditemani ikan asin plus sambal lalap petai. Namun itu hanya hiasan kosong di angan. Pukul 12 siang waktu yg pas untuk maksi. Suguhan buah semangka menjadi dewa penolong di sela obrolan yg segera diakhiri kata pamitan. 
      Pulangnya ganti masinis. Pa Haris yg pegang kendali kuda hitam berlogo Avanza kluaran 2010. Waktu duhur sdh agak lewat. Pa Haris punya ide cemerlang. Berwisata di JPP 40 sambil sholat duhur di sana. 
    ..Lokasinya di pinggir jalan. Viewnya hutan jati di kawasan perhutani. Hamparan lahan yg datar ditumbuhi pohon-pohon jati menjulang dengan daun-daunannya sebagai peneduh, serta jarak tanam yg teratur menjadi daya tarik tersendiri. Beberapa bangunan warung berjajar, bersebelahan dengan saung-saung utk duduk bersantai. Disediakan juga wahana mainan anak-anak dan spot Selfi bagi yang suka aksi tangkap camera. Tempat ini juga sangat layak untuk perkemahan.
     Tujuan utama kami mushola panggung yg terletak di salah satu sudut  lokasi. Kami tak lewatkan sesi foto, mumpung ngumpul. Maklum, masa-masa dulu kami gak begini. Maklum juga klo tingkah pola kami mirip atau klo tak mau dibilang kaya anak ABG, hehe...
      Setengah jam berlalu di atas roda. Tepat jam 3 tiba kembali di bawah langit Jatimungguk. Santapan raga sudah menanti. Cacing-cacing di perut terasa girang  menari irama keroncongan.
     Ach, berhubung waktu tak pantas dikejar,  rasanya kami terpaksa beretika SMP. Sudah Makan Pulang. Ciuss...Terisi >Tempel >Lelea>Simpang Lima Regency>Arjawinangun Cbn. 

Selasa, 19 Oktober 2021

Minggu, 17 Oktober 2021

Menata dengan Cinta

Anda tahu pohon talas? 

Pesan Dari Bawah Air (4)

     Ki Bardah membawa Ayla masuk, menidurkannya di atas kursi panjang. Bu Asri menaruh bantal di bawah kepala Ayla. Sambil jongkok ia memeluk dan menciumi putri kesayangannya. 
     Ki Bardah bermaksud pamit pulang, tapi Bu Asri menahannya. Katanya nanti menunggu bapaknya Ayla pulang dari pencarian. Seseorang telah menuju ke lokasi kejadian, mengabari bahwa Ayla sudah ditemukan.
     Tak lama pak Ardan, ayah Ayla datang. Ia langsung sujud syukur. Lalu dengan nafas tersengal pak Ardan memeluk Ayla. Puji syukur tak henti ia panjatkan. Ia menitikkan air mata kebahagiaan. 
      "Terimakasih banyak, Pak ...,"
     "Bardah, nama saya Bardah," Ki Bardah menyebutkan nama sambil menjabat tangan pak Ardan.
      "Saya, Ardan, ayah Ayla. Sekali lagi terimakasih banyak telah menolong putri saya. Saya berhutang nyawa pada bapak," pak Ardan memeluk Ki Bardah.
      "Sama-sama, pak Ardan. Oh ya, saya belum membawa Ayla berobat, karena tubuhnya nyaris tak ada yang terluka. Putri bapak hebat, sepertinya ia bukan anak sembarangan," jelas Ki Bardah.
     'Ayla, apa yang ada di genggaman tanganmu, Nak?" Pak Ardan penasaran, karena sedari tadi tangan kiri Ayla selalu menggenggam.
      "Cuma batu, Ayah," Ayla menyembunyikan genggaman tangannya ke dalam selimut. 
      "Kamu pakai baju siapa, Nok?" Bu Asri meraba baju yang dipakai Ayla.
      "Oh, kebetulan saya punya anak perempuan seusia Ayla, Bu. Tadi baju Ayla basah dan kotor," Ki Bardah menjelaskan soal baju yang dipakai Ayla.
      "Terimakasih ya, Pak, jadi merepotkan bapak," Bu Asri tak kuasa menahan haru. 
      Pa Ardan dan Ki Bardah terlibat obrolan yang nampak serius tentang Ayla. Tak terasa waktu merangkak merayapi malam. Ayla tertidur di pangkuan ibunya. Pak Ardan membopongnya ke kamar tidur. Kembali ia menatap tangan Ayla yang masih menggenggam. Aneh, pikirnya. Rasa penasaran mendorongnya membuka genggaman tangan Ayla. Tapi keanehan terjadi. Genggaman tangan Ayla begitu kuat. Pak Ardan tak bisa membukanya. 
      "Biarkan saja, Pak Ardan. Pada waktunya nanti, Ayla akan menceritakan semuanya. Saat ini ia masih lemah dan lelah. Tolong pak Ardan jangan tidur. Dampingi Ayla malam ini. Ada sesuatu yang akan terjadi, yang akan membuat jelas semuanya. Saya pamit dulu, pak Ardan. Besok in shaa Allah saya kesini lagi." Ki Bardah mohon pamit.
(bersambung)

Sabtu, 16 Oktober 2021

Cerita dari Cikawung

Mang Juha dan Kang Ubed memang uplek kalau sudah ngobrol. Di sela-sela waktu istirahat mengolah lahan, mereka berdua selalu memanfaatkannya untuk duduk santai. Selain ngopi, ngudud dan nyemil, kurang afdol jika tanpa ngobrol.
"Kang Ubed, sini istirahat dulu. Masih ada besok untuk dilanjutkan," teriak Mang Juha yang sudah duduk bersila di atas bale. 
Mendengar suara Mang Juha, Kang Ubed segera melepas cangkulnya. Sambil menyeka keringat, kang Ubed bergegas menghampiri mang Juha.
"Siang ini panas sekali, ya Mang," keluh kang Ubed.
"Makanya istirahat saja dulu," mang Juha menuangkan secangkir kopi untuk sahabat karibnya.
"Hidup kita tuh susah terus, ya Mang," lagi-lagi terlontar keluhan dari bibir kang Ubed.
"Sudahlah..., jangan banyak mengeluh, mungkin menurut Allah ini terbaik buat kita," mang Juha mulai berdakwah.
"Terbaik bagaimana Mang, hidup susah kok dibilang baik?" Kang Ubed mendebat.
"Lha, kalau sekarang kamu jadi pejabat, belum tentu itu baik di mata Allah."
"Ya nggak begitu Mang, pasti saya akan melakukan yang terbaik," Kang Ubed membela diri sambil menyeruput kopi panas, namun terasa pahit di lidah Kang Ubed.
"Walah, kok kopinya pahit, Mang?" 
"Kan belum ditambah gula, ya pahit lah. Namanya juga kopi, hehehe...."
"Mana atuh gulanya?" Kang Ubed tengah tengok mencari wadah gula.
"Gulanya habis. Aku sudah gak punya duit buat beli gula. Besok kamu bawa gula, ya. Kopi Lampungnya masih banyak, nih!" Mang Juha mengangkat wadah kopi bubuk dari Lampung, oleh-oleh menantunya yang seminggu yang lalu berkunjung.
"Iya, iya, besok aku bawa gula. Sekarang biar menikmati kopi pahit saja, sepahit nasib kita, hahaha..." Kang Ubed berusaha menghibur diri.
Mang Juha menyulut sebatang rokok, lalu menghisapnya dalam-dalam. Tak lama keluar asap berbentuk bundar dari mulutnya. 
"Hidup terus berputar seperti lingkaran asap itu," Mang Juha berfilsafat sambil memandangi lingkaran asap itu.
"Lalu buyar tertiup angin, ya Mang, seperti hidup kita," Kang Ubed melirik bungkus rokok Mang Juha yang tinggal sebatang. Ia ragu untuk mengambilnya.
"Ambil saja, buat nanti masih ada tembakau dan daun kawung," Mang Juha mengeluarkan bungkusan plastik berisi sekerat tembakau dan sebungkus kecil kelobot.
"Saya masih belum ngerti Mang, menjadi pejabat kok belum tentu baik. Maksudnya apa, ya Mang, saya gak paham."
"Begini, saya beri contoh saja ya biar ngerti. Klo mau jadi pejabat baik camat, kasi, Kabid, atau pejabat lainnya, itu harus pake duit."
"Ah, Mamang tahu darimana, emang ada aturannya?" Kang Ubed gak percaya.
"Memang gak ada aturan tertulisnya, tapi itu sudah umum, bukan rahasia lagi," kata Mang Juha sambil mengisap lagi rokoknya. Entah sudah hisapan yang ke berapa.
"Oh, jadi harus pake modal, ya Mang," kang Ubed manggut-manggut tanda mengerti.
"Itu dia, makanya pejabat banyak yang korupsi buat ngembalikan modal dan nyari untung lebih," Mang Juha bersemangat menjelaskan.
"Korupsi kan dilarang, merugikan negara dan rakyat," Kang Ubed langsung komentar ketika mendengar kata korupsi.
"Makanya jadi pejabat belum tentu baik di mata Allah," Mang Juha memperjelas topik bahasan siang itu
Kang Ubed nampak merenung dan manggut-manggut.

Pesan dari Bawah Air (3)

      "Kamu makan dulu, ya Nok, pasti kamu lapar," istri Ki Bardah membawa semangkuk mie rebus.
      "Saya mau lapor ke pa kadus, biar Nok Ayla bisa diantar pake mobil siaga." Ide Ki Bardah cemerlang juga. 
      ***
      Di lokasi kejadian dimana Ayla terjatuh dan hanyut, masih dilakukan pencarian. Bahkan disusur dan disisir ke arah hilir. Namun hingga sore hari, belum ada tanda-tanda sosok Ayla ditemukan.
      Sementara di kediaman Ayla, ibunya menangis tak henti-hentinya. Beberapa kerabat dan tetangga melakukan pembacaan ayat suci Alquran, berdoa memohon agar Ayla selamat.
      Sebuah mobil siaga desa berhenti di depan gang. Seorang lelaki paruh baya, yang tak lain Ki Bardah, membopong Ayla menuju rumah yang ramai banyak orang.
      "Itu kak Ayla," teriak seorang gadis kecil anak tetangga Ayla. 
      "Alhamdulillah, alhamdulilah, Ayla selamat," para ibu yang tengah mengaji tak henti bersyukur.
      "Ayla ..., alhamdulilah, terima kasih ya Allah, Engkau telah melindungi putriku," Bu Asri, ibunya Ayla, menghambur keluar. Ia langsung memeluk dan menangisi putri tercintanya.
     (bersambung)

Jumat, 15 Oktober 2021

Pesan dari Bawah Air (2)

      Lelaki bernama Subardah itu menyodorkan cangkir pada Ayla. Perlahan Ayla meminumnya. Kerongkongannya yang kering mulai terbasahi air. Ayla terbatuk-batuk kecil, reaksi air hangat yang melewati kerongkongannya.
      "Siapa namamu, Nok?" Ki Bardah, begitu orang memanggilnya, mencoba mencari tahu nama gadis belia itu.
      "Ayla," jawab gadis itu singkat.
      " Saya dimana, Pak? Kenapa ada disini?" 
      " Ini rumah saya. Tadi sore saya menemukanmu tersangkut akar beringin di tepi sungai. Lalu saya bawa kamu kesini," kisah Ki Bardah.
      "Tolong antarkan saya pulang, Pak, ibu pasti sedang kebingungan mencari saya," rengek gadis itu kepada Ki Bardah.
      "Iya, nanti saya antar kamu ke ibumu, tapi saya belum tahu darimana asalmu, dan kenapa bisa hanyut di sungai Cimanuk ini?" Ki Bardah melanjutkan pertanyaannya.
      "Saya dari Tukdana, Pak," jawab Ayla. "Tadi pagi sekitar jam 9 saya bermain di pinggir sungai bersama teman-teman. Tiba-tiba saya terpeleset dan jatuh ke sungai. Teman-teman mau menolong, tapi sungai sedang banjir dan arusnya deras. Jadi saya hanyut terbawa arus," kisah Ayla.
      "Subhanallah," Ki Bardah terkejut mendengar kisah Ayla. 
      Ki Bardah menemukan Ayla jam 4 sore, sedangkan Ayla jatuh ke sunga sekitar jam 9 pagi. Berarti Ayla berada di sungai lebih kurang 7 jam. 
      "Aneh," pikir Ki Bardah terkejut dan merasa ada keanehan. Siapa sebenarnya gadis belia ini.
     "Kamu gadis ajaib, Nok. Terbawa arus selama 7 jam dan melewati jarak yang jauh, tapi kamu bisa selamat," Ki Bardah berdecak kagum sambil geleng-geleng kepala.
      (bersambung)
      

Kamis, 14 Oktober 2021

Pesan dari bawah air (1)

      Air Cimanuk semakin ganas melumatnya. Alya terbawa arus hingga entah berapa ratus meter dari tempatnya terjatuh. Kakinya terasa menyentuh dasar sungai yang dalam. Ia sudah tak kuat menahan nafas. Ingin rasanya ia berenang ke permukaan. Namun tubuhnya seperti terikat. Susah digerakkan. 
     "Berhenti! Sudah, jangan diteruskan. Kasihan. Waktunya masih panjang!" Sesosok perempuan berbusana bangsawan keraton tiba-tiba muncul. Entah dari mana datangnya. Dan Ayla baru menyadari bahwa kedua tangannya dipegang oleh dua sosok lelaki berbadan kekar dan berwajah menyeramkan. 
      Dan entah mereka nampak seperti sedang berdebat. Ayla samar² mendengarnya. Hingga akhirnya ia dilepaskan. Sebelum pergi, sang putri memberi Ayla sebuah mustika batu berwarna biru. Ayla menggenggam batu itu dengan erat.
     Ketika membuka mata, Ayla terkejut. Matanya menelisik setiap bagian dari rumah bilik dimana ia terbaring. Ia mencoba mengangkat kepala dan badannya. Sambil duduk ia membuka genggaman tangannya. Ia teringat benda dalam genggamannya itu pemberian seorang putri yang menolongnya ketika ia hanyut di sungai.
    . "Mama, mama ..., gadis itu sudah bangun." Teriakan bocah kecil itu mengagetkan Ayla. 
      "Alhamdulillah." Seorang lelaki paruh baya masuk ke dalam rumah sambil mengucap syukur. Ia lalu menuangkan secangkir teh manis yang sudah disiapkan untuk Ayla ketika siuman. 

Senin, 11 Oktober 2021

Lek-lekan

      
Malam ini ada lagi kawan yg hajatan. Seperti biasa kami hadir pada malam hari H. Hal ini sudah menjadi tradisi di daerah kami. Selain menjalin kedekatan silaturahmi, juga sebagai ajang pertemuan dengan kawan-kawan lama. Reuni kecil, begitulah suasananya. Tuan hajat menyediakan jamuan seadanya. Kadang untuk menghormati para tamu yang datang lek-lekan, makan malam sudah disiapkan. Menunya bisa bermacam-macam. Biasanya kuliner khas daerah yg lagi ngetrend, seperti pedesan. 

Minggu, 10 Oktober 2021

Doble colour Eyes

      Seekor kucing berbadan kurus berbulu putih datang bertamu di teras dapur. Karena kelihatan lapar, kami memberinya makanan. Dalam sekejap makanan dilahap habis. Ia bersantai sebentar lalu pergi entah kemana. Esok harinya datang lagi. Seperti kemarin, kami beri lagi makanan. Begitu setiap kali ia datang. Bahkan anakku membelikannya makanan spesial untuk kucing. Tentu ia tak menolak.

Sabtu, 09 Oktober 2021

Tol Cisumdawu

Perjalanan ke kantor via Ujungjaya jadi gak nyaman dengan adanya proyek pembangunan tol CiSumDawu. 

Jumat, 08 Oktober 2021

Rumah kontrakan

      Mata Ilah membelalak. Tubuhnya menegang, berontak dari pegangan suaminya. Ia berjalan menerobos semak-semak. Romli berusaha mencegah namun tak berhasil. Ia terpental oleh dorongan Ilah yang tiba-tiba bertenaga perkasa. 
      

Kamis, 07 Oktober 2021

Rumah Dinas

      Suara tangis itu kembali terdengar. Seperti biasa, datangnya dari arah belakang rumah. Malam ini malam Jum'at yang ketiga sejak keluargaku pindah kesini. Rumah baru ini, selain harganya murah, juga nyaman untuk ditinggali. Letaknya yang mencil di atas bukit, membuat kami jauh dari tetangga. Banyak pepohonan yang tumbuh di sekitar rumah. Halaman belakangnya sangat luas hingga ke tepi jurang. Untuk menuruninya sangat sulit, selain banyak bebatuan besar, juga sangat curam. 
      Kulirik suamiku yang nampak sudah pulas. Maklumlah, seharian dia bekerja. Lelah membuatnya cepat tidur. Besok pagi ia bangun dan berangkat lagi ke tempat kerja.
      Aku bukan tipe wanita penakut. Bekal ilmu agama selama mondok dulu, membuatku tetap tegar dengan hal-hal berbau mistis. Justru suamiku yang penakut. Aku sengaja tidak menceritakan soal suara tangisan yang seingatku terdengar pada setiap malam Jum'at.
      Baru kuingat bahwa ini malam Jum'at Kliwon. Suara tangisan itu kian jelas. Bukannya takut, aku malah jadi penasaran. Kuambil senter dan menuju pintu dapur. Perlahan kubuka. Kosorot sekeliling pekarangan dan semak. Tak ada apa-apa. Suara tangis masih terdengar. Tapi seolah menjauh ke arah semak. 
      Aku tak mungkin melanjutkan langkahku. Di ujung semak-semak itu ada jurang. Selain itu juga ada beberapa rumpun bambu. Baru berniat untuk kembali masuk rumah, tiba-tiba tercium aroma wangi bunga. Begitu menyengat, seakan terhisap dan menyelinap ke aliran darah serta syaraf-syarafku. Perutku terasa mual. Kepalaku terasa berat dan pening. Sekujur tubuhku lemas lunglai.
      "Ilah, bangun, Ilah. Kenapa kamu tidur di sini?" Pundakku terasa bergoyang-goyang. Samar-samar kulihat ada seorang lelaki memegang pundakku. 
      "Jangan, jangan sakiti aku." Aku meronta menjauhi laki-laki itu.
      "Siapa kau? Pergi! Atau kubilangin sama Uwak Kuwu," ancamku pada lelaki yang hendak memperkosaku.
      "Ilah, sadar, sadar! Ini aku. Suamimu."
      "Enak saja bilang suami. Aku belum nikah. Aku belum punya suami," tegasku sambil berusaha untuk berdiri dan herlari. Tapi kepalaku berat dan pening. Aku tak mampu berpikir apa-apa lagi.
     F

Selasa, 05 Oktober 2021

Bang Sat

      Sejak kasus covid mereda, Paimin dan Aytun kembali ke ibukota. Nasibnya kembali dipertaruhkan di kota metropolitan ini. Di tempat baru ia segera memiliki banyak teman. Terutama teman seprofesi sebagai pedagang kaki lima. 
      Dalam situasi yang masih serba sulit, penghasilan yang diperoleh dari berjualan masih jauh dari cukup untuk menanggung biaya hidup. Untunglah ada seorang dermawan yang sering datang berbagi sembako dan angpao. Namanya Satiman. Ia dikenal sebagai orang yang kaya, tapi dermawan dan peduli pada desa yang butuh uluran tangan.
      "Ada Bang Sat, ada Bang Sat!" teriak salah seorang pedagang. Mendengar ada bangsat, Paimin segera menelpon temannya asal Garut yang jadi polisi. Polisi pun segera datang dan menangkap Satiman. Tentu saja para alahpedagang kaget. Setelah dijelaskan, baru pak polisi mengerti bahwa Bang Sat itu panggilan Satiman, bukan bangsat, yang dalam bahasa Sunda berarti penjahat atau maling. Lagi-lagi Paimin salah mengerti ...
      
     

Rebo Wekasan

Pada akhir bulan shafar terdapat hari dimana Allah menurunkan 320 bala ke dunia. Berdasarkan hadis nabi, umat muslim disunahkan berdoa dan mengerjakan sholat sunah hajat penolak bala. Sebelum mengerjakan sholat sunah hajat, terlebih dahulu membaca surat Yassin, dan ketika sampai pada ayat salaamun qowlam mirrobbirrohi, dibaca sebanyak 117 kali. Setelah itu dilanjutkan dengan sholat sundh hajat penolak bala.

Sholat hajat penolak bala dikerjakan tanpa ada batasan rokaat. Yang lazim dilakukan sebanyak 4 rokaat dengan 2 rokaat salam. Yang membedakan dari solat sunah yang lain adalah bacaannya. Pada tiap rokaat setelah Al Fatikhah disunahkan membaca surat Al Kautsar sebanyak 17 kali, Al ikhlas 5 kali, Al Falaq dan an Nas masing-masing 1 kali.

Minggu, 03 Oktober 2021

Perjuangan

     Bertahan. Itulah yang dapat Denayu lakukan. Jari kakinya yang mengalami inveksi karena cangkrang, membuatnya harus mendekam di dalam kamar. Sementara teman-temannya sedang beraktivitas dalam kegiatan Pramuka. 

Anak, investasi

     Hari kedua jadwal penjengukan santri, Denayu diserbu oleh dua Abang dan calon tetehnya, Intan. Karena kesibukan, mereka baru bisa berangkat siang hari. Padahal jam 08.00 sudah dibuka bagi wali santri yg ingin menjenguk. 
     Pagi hari si bunda sudah uprak uprek di dapur bikin nasi liwet menu teri. Kebetulan ada Castrol baru dapat beli di Sanyere sepulang dari dinas. Aromanya sedap sekali. Padahal bumbunya sangat sederhana. Daun salam, emenntaserai, garam, cabe rawit, dan teri yg sdh digoreng dg bumbu juga, ditanak sekalian dalam pastrol. 
     Untuk bekal anak-anak makan di pondok, nasi liwet yg sdh matang dibungkus daun pisang. Bunda bikin 5 bungkus. Cukup untuk Yoga, Rangga, Intan, Denayu dan Syifa, putri temannya bunda yg sdh dianggap seperti anak sendiri.sekalu
     Yoga dan Intan berangkat duluan. Kebetulan ada acara kirim doa untuk almarhum pa Juju, bapaknya Intan. Sedangkan Rangga berangkat menyusul. Mereka sepakat ketemu di lokasi pondok.
     Bahagia sekali hati orangtua melihat mereka ngumpul bareng setelah hampir 3 bulan tak bertemu. Kami sempet vidcall bareng. Semoga mereka seiring sejalan, saling membantu dan saling menguatkan, serta saling menyemangati dalam berjuang menggapai cita.
     Wahai anak-anakku, engkau adalah investasi ayah bunda, jadilah anak-anak yang Sholeh Sholehah yg senantiasa mendoakan orang tua mu.
     Ya Allah, karuniakanlah keberkahan, kekuatan, kecerdasan dan kemudahan bagi anak-anak kami dalam mencari bekal keilmuan untuk bekal kehidupan di dunia dan akhiratnya. Perkenankan lah doa kami, ya Rabb. 

Jumat, 01 Oktober 2021

Hari Penjengukan

     Tibalah hari yang dinanti. Sabtu, 3 Oktober 2021. Jadwal Penjengukan PK 13.00 - 15.00. Pk 9.00 aku ke Delta store utk membeli Al Qur'an pesanan Ayu. Pulangnya langsung ke rumah Bunda Syifa. Kami sepakat pakai mobil beliau, rombongan ke pondok. 
     Kunci gerbang secara kebetulan gak ditemukan, entah dimana naruhnya. Mesin mobil sudah cukup panas. Setelah dicari ke setiap sudut, akhirnya ditemukan juga. Xpander langsung melaju menjemput bunda Ayu, setelah terlebih dahulu mengambil barang² dan bekal yang akan dibawa. 

Kamis, 30 September 2021

Menjenguk Santri

     Sudah 3 bulan putri bungsuku mondok di ponpes Bina Insan Mulia. Keputusannya sudah bulat, dan 22 Juli yang lalu kami mengantarnya ke tempat penjemputan. Wali santri tidak bisa mengantarkan putra putri nya sampai ke lokasi pondok. Hal ini dikarenakan masih adanya pandemi covid 19, sehingga pemerintah masih memberlakukan PPKM. 
     Kami yang tinggal di Arjawinangun, titik penjemputan bertempat di pasar gaya, Winong. Di sini santri harus melalui swab terlebih dahulu. Alhamdulillah hasil swab putri kami negatif, sehingga bisa langsung diberangkatkan ke pondok. Di sini perpisahan dengan putri kami. Ada rasa sesak di dada menahan rasa haru, sedih dan sejuta rasa lainnya ketika harus berpisah. 
     Sesampainya di pondok, para santri kembali menjalani swab kedua. Setelah itu barulah para santri menjalani aktivitas baru di pondok pesantren, dengan segala aturan dan tata tertib yg berlaku di sana. 
     Hari demi hari berlalu. Para santri diwajibkan vaksinasi demi pencegahan paparan virus Corona. Vaksinasi dilakukan 2 kali. Rentang waktu antara vaksinasi pertama dan kedua selama 28 hari. Alhamdulillah usai vaksin pertama, putri kami baik-baik saja. Dan sampailah pada waktu untuk vaksinasi kedua. 
     

Ngunjung Buyut Nyai Ratu

     Ngunjung adalah ebuah tradisi di masyarakat terutama di wilayah pantura, seperti Cirebon dan sekitarnya. Acara ini dilakukan sebagai implementasi rasa syukur atas karunia Allah berupa hasil panen yang berlimpah. Masyarakat petani berduyun-duyun datang ke kuburan buyut, tempat dimana leluhurnya dikebumikan. Doa bersama dilakukan dengan khusu, dipimpin oleh sesepuh yg ditokohkan atau petugas yang diembani memimpin doa.

Rabu, 29 September 2021

Teman perjalanan

     Kepalaku terasa sangat berat. Rasanya aku tak kuasa lagi menyanggahnya. Aku seperti diangkat oleh beberapa orang. Antara sadar dan tidak, beberapa tangan memegangi bagian tubuhku. Kedua lenganku dipegang erat. Juga kedua kakiku. Bagian bawah pinggangku pun seperti ada tangan yang menyanggah. Entah berapa orang. Tapi kurasa tiga atau empat orang. Cukup kuat untuk mengangkat tubuh yang cuma enam puluh kilogram ini.
     Aku seperti diletakkan di atas rumput. Awalnya duduk. Tapi tubuh ini seperti tak bertenaga, tak berdaya menopang tulang belakang hingga kepala. Lunglai lalu terbaring. Ujung-ujung daun rerumputan terasa menusuk lembut lenganku. 
     Gelap. Kelopak mata terasa berat kubuka. Pandanganku tak jelas. Hanya warna sejenis kekuningan yang nampak. Ingatanku terhalang rasa pening yang sangat kuat. Hatiku masih menyisakan rasa pasrah dan berserah diri kepada pemilik jiwa dan raga ini. Kalimat istigfar meluncur dari lubuk jiwa, menuju bibir yang tak mampu mengucapkannya.
     Samar kudengar suara sirine ambulance. Kembali tubuh ini seperti diangkat oleh beberapa orang. Banyak suara-suara orang berbicara di sekitar. Namun tak jelas, hingga tak kumengerti tentangnya. Kali ini aku seperti duduk dengan tubuh dan kepala bersandar. Terdengar lagi suara sirine meraung. Sekitarku seperti bergerak dan melaju. Ya, aku di dalam sebuah mobil. Entah akan dibawa kemana diriku yang tak berdaya ini.
     Perlahan kucoba membuka kelopak mataku. Lalu kuangkat tanganku mendekatkan jemari ke mataku. Jemari yang masih bisa kugerakkan mengucek mataku. Remang-remang pandanganku mengeksplor sekitar. Aku berada di dalam sebuah mobil yang sedang melaju kencang. Raungan sirine menepikan semua kendaraan di depan. Semua memberi jalan mobil yang kutumpangi, yang ternyata sebuah mobil sedan polisi. 
     Di sebelah kanan kiriku duduk dua orang lelaki berseragam polisi. Mereka tampak tersenyum melihatku sudah siuman. 
     Apa yang telah terjadi padaku? Bukankah tadi pagi aku berangkat kerja, mengendarai Baleno metalik tahun 2000 milikku? Dengan kepala masih terasa berat dan pening yang hebat, kucoba mengingat-ingat. 
     Oh ya. Tadi pagi aku mau masuk pintu tol Sumber Jaya. Namun kubatalkan karena aku harus mencari ATM untuk transfer sejumlah uang kebutuhan anakku di pondok di Bumiayu. Di Jatiwangi yang hanya beberapa kilometer lagi, ada bank BJB. 
     Oh ya. Di perjalanan menuju Jatiwangi aku sempat berkali-kali menguap karena ngantuk. Ingin berhenti sejenak saja sekedar mengusir kantuk, tapi kupikir tanggung lokasi ATM sudah dekat. Namun kantukku begitu berat dan tak kuasa kutahan. Mungkin aku terlelap ....
     Lalu, dimana mobilku? Aku kecelakaan? Ingin kubertanya kepada pak polisi di sebelahku. Tapi tenggorokanku terasa kering. Mulutku terasa susah kubuka. Aku segera memeriksa sekujur tubuhku. Kuraba kepala dan wajahku. Ada rasa perih di kening kiriku. Kuraba perlahan. Seperti ada luka lecet. Tak ada darah, syukurlah. Bahu kananku terasa sangat sakit. Tanganku, kakiku, semua utuh. Alhamdulillah.
     Mobil yang kutumpangi berbelok dan masuk halaman sebuah puskesmas. Dengan dibantu pak polisi aku bisa keluar dari mobil dan berjalan memasuki ruang IGD. Aku bersyukur masih bisa berjalan walaupun harus dipapah oleh dua orang polisi karena kepalaku masih sangat pening.
     Aku dibaringkan di atas sebuah blankar. Beberapa perawat segera datang melakukan pemeriksaan. Beberapa pertanyaan diajukan dalam rangka konfirmasi barangkali ada bagian tubuh yang terasa sakit, terluka atau cidera. Keluhanku hanya kepala yang pening berat dan lengan kanan atas serta bahu yang terasa sakit. 
      Seorang perawat menghampiri untuk mengoleskan cairan Betadine di dahi kiriku. Rasa perih sedikit terasa. Setelah itu aku diminta membuka baju untuk pemeriksaan lengan atas dan bahu kananku. Nampak ada memar kebiruan seperti bekas terbentur benda keras.
      Pak polisi menyerahkan tas cangklek hitam dan memintaku untuk memeriksanya. Seluruh isinya masih utuh. Juga dompet kulit warna coklat yang mungkin diamankan dari saku celanaku. Tak lupa aku bertanya kronologi kejadian yang baru saja menimpaku. Aku baru tahu bahwa aku menabrak sebuah truk pengangkut kayu bakar. 
     Pak polisi pamit dan berpesan bila kondisiku sudah baik segera menghubungi Polsek Jatiwangi. Juga mengingatkan untuk segera menghubungi keluarga. Akupun segera mengambil hp dari dalam tas kecilku. Aku langsung mencari nama Bunda dan kutekan simbol telepon berwarna hijau. 
     Aku ditinggal sendirian di ruang IGD yang cukup luas. Ada beberapa blankar terjajar di sebelahku. Kuamati, ada bekas bercak darah yang sudah mengering. Pasti bekas pasien kecelakaan, pikirku. Disudut ruangan ada sebuah tabung oksigen ukuran besar. Dari papan data kuketahui bahwa aku saat ini berada di puskesmas Jatiwangi. 
     Aku segera mengambil handphone untuk memberitahu apa yang terjadi.
     

Senin, 27 September 2021

Lek-lekan

      Lek-lekan. Entah sejak kapan istilah itu ada. Berasal dari kata "melek", aktivitas lek-lekan ini biasa dilakukan dan menjadi tradisi di masyarakat, terutama di Indramayu. Biasanya lek-lekan diadakan pada malam hari ketika seseorang akan punya hajat atau kenduri. Sanak famili, kerabat dekat atau rekan sejawat berkumpul pada malam hari di rumah tuan hajat (shohibut hajat). 
.     Tujuan utama acara ini selain ajang silaturahmi, juga membantu tuan hajat dalam melakukan  persiapan acara esok hari. Namun karena biasanya tuan hajat sudah memenej persiapannya, maka yang dilakukan tamu yang datang hanya sekedar duduk berkumpul sambil bincang-bincang. 
       Terkadang untuk mengisi waktu agar tidak jenuh atau ngantuk, ada yang bermain catur, disagapleh atau domino. Bahkan ketika tuan hajat berasal dari keluarga mampu, sengaja digelar semacam turnamen kecil-kecilan dimana tuan rumah menyediakan hadiah. 
       Sebagai lazimnya tuan rumah, segala hidangan berupa kue, minuman, atau bahkan makan malam disediakan. Hidangan yang disajikan berupa minuman hangat seperti kopi, teh, wedang jahe dll. Begitupun makanan, biasanya tuan rumah menyiapkan kuliner lokal seperti kue koci, kue kering atau masakan khas seperti pedesaan entok ( sejenis itik lokal). 
       Lek-lekan biasanya dimulai selepas bada sholat isa dan berakhir tengah malam, bahkan sampai menjelang pagi.
       

Writer's Block

Pentigraf Oleh: Yoyon Supriyono Diskusi mingguan sekitar masalah literasi di komunitas literasi Zamrud semakin ramai saja. Semu...