Sabtu, 18 Desember 2021

S a n k s i

.            ( Gambar : doc.ponpesbima)
Pentigraf
Oleh Ye-eS
Rasa rindu Aytun kepada anak semata wayangnya kian hari kian berat. Aura, selepas SD dikirimnya ke pondok pesantren untuk memperoleh pendidikan yang baik, terutama pendidikan agama. Ini memang pilihan terbaik untuk membekali anak baik ilmu agama atau bekal ilmu lainnya. Apalagi anak perempuan, tinggal dan menimba ilmu di lingkungan pondok pesantren lebih membuatnya terjaga, terutama dari pengaruh pergaulan zaman sekarang yang cenderung bebas. Walau demikian, yang dirasa berat bagi orangtua adalah rasa kangen dan rindu. Aturan pondok teramat ketat. Antara wali dan santri tidak diperbolehkan sering bertemu karena akan membuat santri
 tidak betah. 

Untuk menyiasati hal itu, pada suatu kesempatan penjengukan, Aytun menyelipkan sebuah handphone di tas Aura. Aura memahami maksud ibunya. Ia pun menyimpan rapih hpnya dan hanya sewaktu-waktu menggunakannya. Ini berjalan cukup efektif beberapa waktu. Suaminya, Paimin, sudah memperingatkan hal itu tidak baik dalam menanamkan disiplin dan kemandirian, selain hal ini dilarang oleh pihak ponpes.

Suatu pagi di hari Sabtu, Aytun dikejutkan dengan kiriman sebuah video dari pengasuh ponpes. Video itu berisi Aura yang sedang menghancurkan handphonenya dengan sebuah palu. Baru saja hendak menelpon pengasuh pondok, sebuah notice pesan berbunyi. "Putri anda terjaring razia handphone, dan sebagai sangsinya hp tersebut harus dihancurkan oleh tangan santri sendiri. Atau, hp dan santrinya dikembalikan ke orangtua." Terbayang cicilan yang masih panjang, sementara hpnya telah hancur oleh tangan putrinya sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Writer's Block

Pentigraf Oleh: Yoyon Supriyono Diskusi mingguan sekitar masalah literasi di komunitas literasi Zamrud semakin ramai saja. Semu...