Kamis, 22 Juli 2021

Ponpes Milenial


Memasuki tahun ajaran baru, banyak orang tua yang bingung kemana harus menyekolahkan anaknya. Pandemi covid yg belum juga hilang, mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring. Orangtua banyak yang stress mendampingi putra putrinya ketika belajar dari rumah. Selain mengganggu waktu kerja, orangtua kewalahan membantu mengerjakan  tugas-tugas sekolah yang tidak dipahaminya. 

Senin, 19 Juli 2021

Pengorbanan tuk Lalui Pandemi

Bersabarlah
Bila sekatan menghalangi langkahmu
Pembatasan merampas rizkimu
Jaga jarak menjauhkan mimpimu


Sabtu, 17 Juli 2021

Tawar

Denda atau Penjara?

Hidup di republik tercinta ini memang kadang terasa enak. Walau sudah diberlakukan aturan PPKM, tim petugas satgas covid-19 masih toleran. Kami pedagang kecil hanya dikasih peringatan lalu disuruh bubar. Namun hari ini, tim yang rutin patroli benar-benar menerapkan aturan. Kami memang harus bekerja karena jika tidak, keluarga di rumah kelaparan. Namun keseriusan petugas ini

Jumat, 16 Juli 2021

Gagal Vaksin

       Lonjakan kasus kematian karena covid begitu tajam. Tiap hari ambulance meraung-raung, mengantarkan jenazah ke tempat terakhirnya. Walau demikian, masyarakat nampak masih kurang memperhatikan protokol kesehatan. Vaksinasi sebagai salah satu langkah pencegahan pun agak susah bagi masyarakat biasa. Padahal semua dilakukan secara gratis.
       Paimin yang takut disuntik, tapi juga takut terpapar covid, menjadi kebingungan. Berhari-hari ia mengurung diri di kamar. Berbagai bujuk rayu dilayangkan Aytun. Hingga jurus jitu dicobanya, tapi belum bisa menggoyahkan Paimin. Aytun jadi ingat kelemahan suaminya. Kata sayang lupa ia sisipkan dalam bujuk rayunya. Akhirnya Paimin setuju untuk divaksin. Dengan semangat ia menuju puskesmas. 
      Paimin baru sadar ketika ditanya NIK. Ia lupa tidak membawa KTP. Ia pun bergegas pulang mengambil dompet, lalu kembali ke puskesmas. Namun lagi-lagi ada masalah. NIKnya tidak terdaftar. Ternyata ia belum punya KTP elektronik. Sesuai saran petugas ia harus ke kelurahan dan kecamatan untuk mengurus pembuatan e-KTP. Dasar lagi sial, kantor kelurahan tutup karena aturan PPKM darurat. Karyawannya bekerja dari rumah, work from home. Paimin menarik nafas menahan kesal. Kunang-kunang mulai menghampiri matanya. Kepalanya pusing. Perutnya keroncongan. Ia baru ingat nasi kuning sarapan paginya belum ia sentuh. 
       

Senin, 12 Juli 2021

Dompet Baru

     
      Jelang magrib sebuah sepeda motor berhenti di depan rumah. Dengan membawa sebuah bungkusan kecil, si pengendara menanyakan nama yang tertera di bungkusan berwarna hitam itu. Paimin yang sudah pake handuk hendak mandi, dengan girang keluar rumah mendengar namanya disebut. Dompet baru idamannya yang dibeli lewat lazada sudah sampai.
      Malam itu Paimin ingin memanjakan istri tercintanya, Aytun. Ia mengajaknya untuk makan malam di luar. Dengan girang Aytun langsung setuju. Usai bersiap diri, pasangan milenial itu segera berangkat naik verpa tahun 65 kesayangannya. Sesuai rencana mereka berhenti di sebuah kedai satai kambing muda. Aytun merasa senang, karena biasanya setelah makan satai kambing, suaminya benar-benar menjadi lelaki sejati.
      Selesai makan, dengan percaya diri Paimin memanggil pelayan. Dompet baru yang masih terbungkus plastik pun segera ia keluarkan. Namun sesuatu yang tak diduga terjadi. Dompet kulit barunya benar-benar masih baru. Masih tersegel plastik. Kosong.

Minggu, 11 Juli 2021

SERVIS KIPAS ANGIN



            Aturan PPKM Darurat membuat sebagian masyarakat semakin terjerat. Terutama masyarakat yang mencari nafkah sebagai pedagang kaki lima. Paimin yang baru dua bulan mangkal jualan ketoprak di pinggir jalan, ikut terkena sasaran. Gerobak dagangannya disita petugas. Tak hanya Paimin, beberapa pedagang lain yang membandel bernasib sama. Ia bingung mau kerja apa. Sisa tabungannya habis buat bikin gerobak ketoprak yang sekarang disita. Berhari-hari ia berpikir keras agar bisa bertahan hidup.

            Suatu malam Aytun mengeluh tak bisa tidur. Ia kegerahan karena kipas anginnya rusak. Mendengar keluhan istri tercintanya, Paimin siap siaga satu. Dengan peralatan yang ada, ia berhasil memperbaiki kipas angin di kamarnya. Aytun bangga pada suaminya. Dari kejadian itu, muncul ide Paimin untuk buka jasa servis kipas angin. Ia pun segera memasang promosi di medsos. Tak menunggu lama, order pun berdatangan. Paimin memulai aktivitas barunya sebagai servis keliling. Ia menyambangi client dari satu alamat ke alamat lainnya. Hingga suatu sore, ia terpaksa membawa pekerjaannya ke rumah. Sebuah kipas angin jadul ia taruh begitu saja di sudut ruang tamu.

            Pagi harinya jadwal Aytun beres-beres rumah. Barang yang sudah tak terpakai ia kumpulkan untuk ditukar minyak goreng pada tukang rongsok keliling. Termasuk kipas angin jadul yang belum selesai diservis Paimin, diangkut Aytun ke tukang rongsok. Lumayan dapat minyak goreng. Bisa ngirit uang dapur, pikirnya. Paimin yang baru usai mandi, disibukkan mencari kipas jadul yang lenyap dari tempatnya.  Ia pun bertanya kepada Aytun yang sedang menggoreng tempe di dapur. Dengan polos Aytun bilang bahwa kipas jadul itu sudah ditukar minyak goreng ke tukang rongsok keliling. “Wadduuhhh….,” Paimin langsung keluar mencari tukang rongsok keliling. Hatinya was-was bila tukang rongsok itu tidak ia temukan. Bagaimana ia harus mengganti kipas jadul servisannya itu?


Jumat, 09 Juli 2021

Tabung Oksigen Terakhir

       
      Malam sudah semakin larut, tapi Paimin harus terus melajukan sepeda motornya. Dari satu toko ke toko yang lain. Dari satu apotik ke apotik lainnya. Hampir semua pelayan bilang, "Maaf Pak, habis!" Bayangan kondisi ayah mertuanya tak bisa lepas dari matanya. Dingin malam sudah tak lagi ia pedulikan.

      Paimin memutar balik sepeda motornya. Ia pacu lagi menuju apotik yang pertama. Walaupun harus lama mengantri, setidaknya masih ada harapan untuk mendapatkannya. Mudah-mudahan antriannya sudah mulai berkurang. Begitu harapnya sepanjang jalan menuju apotik pertama, yang sempat ia tinggalkan karena antriannya panjang.

      Kenyataan berkata lain. Sesampai di sana, Paimin mendapati antriannya justru bertambah panjang. Tapi apa boleh buat. Cuma ini harapan ayah mertuanya. Ya Allah, semoga ayah mampu bertahan. Berilah ia kekuatan. Doa ini terasa semakin menyesakkan dada Paimin.

      Ia coba menghibur diri dengan menyapa pengantri di depannya. Ada kabar yang menghibur, bahwa stoknya masih banyak. Alhamdulillah. Dadanya terasa lega walau hatinya terus menghimpitnya dengan doa-doa sebisanya.

      Satu demi satu pembeli keluar dari apotik dengan bergegas. Seakan semua sedang berpacu dengan waktu. Berburu harapan yang tergantung pada dinding angan yang setia menyisakan kesempatan.

      Tiba-tiba terdengar petugas apotik menyampaikan pesan bahwa tinggal lima buah lagi tersisa. Paimin reflek menghitung sisa antrian. Pas. Ia berdiri di urutan kelima. Terdengar nada kecewa dari pengantri di belakangnya. Salah seorang memohon kepadanya agar memberikan antria padanya. Tentu saja Paimin tak bisa memberikannya. 

      Tibalah giliran Paimin. Namun, ketika hendak membayar tiba-tiba ponselnya berdering. Pada layar ponsel ia mencari tahu siapa pemilik panggilan itu. Ternyat Aytun yang menelfon. 

     "Mas, lupakan saja tabung oksigen itu. Ayah sudah tidak membutuhkannya lagi. Ia sudah pergi. Ia sudah tiada, Mas," nada sedih istrinya terdengar bagai petir yang menyambar.  Paimin terduduk lunglai. Raganya seperti melepas tulang- tulang penopangnya. Ia merasa lemas tak bertenaga. Seribu kunang yang datang tak mampu menjaga kesadarannya. Pandangannya gelap. Paimin tak ingat apa-apa lagi.

Minggu, 04 Juli 2021

Nanas Subang

      Menunggunya cukup lama. Melelahkan. Membosankan. Mulai dari menanam hingga berbuah dan masak seperti ini memakan waktu hampir setahun. 
      Berawal dari iseng. Ketika mengupas buah nanas oleh-oleh dari Subang, tangkai atasnya kusemai di bekas gelas Aqua. Setelah keluar akar yang cukup, kupindah ke tanah. Pada media tanah pertumbuhannya sangat cepat.
      Setelah beberapa bulan berlalu, dari sela-sela daun panjang berduri muncul buah nanas muda. Semakin lama semakin besar. Tak terasa saat ini kulitnya sudah menguning. Ini pertanda buahnya telah matang. Rasanya pasti manis segar. Apalagi masak di pohon. Dari jauh aromanya sudah berkeliar nakal. Lebah dan lalat buah berlomba mendekati. Tapi sayang, pisau dapur yang tajam itu telah memupus hasrat lebah dan lalat buah.
     Kini buah nanas masak itu sudah berada di tempat buah. Pisau tajam telah mengupas kulitnya. Daging buah warna kuning segar terpotong-potong dadu. Tak lupa ditemani garpu-garpu kecil untuk memudahkannya sampai ke mulut. Dalam sekejap kami sekeluarga telah menyantapnya habis. 
     Setidaknya di masa PPKM ini, buah nanas telah memberi nutrisi keluarga guna menjaga tubuh tetap imun. 

      

Terompet


         Bunga Terompet dari Curug Cijalu

      Sudah setahun pohon bunga itu ada di sana. Sejak kutanam di sudut pagar itu, kini telah berbunga untuk kesekian kalinya. Bunga terompet, begitu orang menyebutnya. Tentu saja karena bentuknya yang menyerupai terompet. Warna kuning piasnya menarik perhatian bukan saja orang yang lewat, tapi lebah dan kupu-kupu. Keindahannya menyimpan sebuah kenangan.
      Curug Cijalu. Sebuah bumi perkemahan di daerah Subang. Ketika itu siswa-siswi SMPN 4 Terisi sedang berkemah di sana. Istriku senang kuajak serta. Bapak ketua komite juga mengajak istrinya. 
      Di sela-sela giat kemah, kami beserta guru-guru mengeksplore area bumi perkemahan yang sekaligus juga tempat wisata. Berada di wilayah pegunungan yang cukup tinggi, udara di sana sangat dingin pada malam hari. Tetapi pagi itu mentari bersinar terang, membuat suasana menjadi hangat. 
      Menyusuri jalan setapak di rimbunnya hutan memang mengasyikkan. Udaranya sejuk dan segar. Pemandangannya sangat indah, terutama di sekitar air terjun. Batu-batu besar tertata indah. Air terjun setinggi pohon kelapa melengkapi kesan indahnya. Airnya mengalir di sela bebatuan. Suaranya gemericik yang bersahutan dengan suara kicau burung, membentuk simponi alam pegunungan nan elok. 
       Di sela bebatuan yang terhampar indah, banyak tumbuh pohon bunga terompet. Bunganya yang bergelantungan tampak sangat indah. Keindahannya menggoda siapa saja yang melihatnya. Tak ketinggalan, aksi jeprat-jepret pun menjadi moment yang tidak bisa dilewatkan. Tak kalah dengan background air terjun.
       Istriku ngiler juga. Ia meminta difoto dengan berbagai pose. Namun sesuatu yang tidak diduga terjadi. Saat ia mendekatkan wajahnya ke bunga terompet, beberapa ekor lebah berusaha menghampiri. Sontak istriku berlari menghindar. Namun lebah-lebah itu malah mengikuti. Terjadilah aksi kejar-kejaran. Aku tertawa geli melihatnya. Tak ingin terjadi sesuatu pada istriku, aku menghalau kawanan lebah itu dengan ranting pohon. Setelah aman, jeprat-jepret pun dilanjutkan.
      Sebelum pulang, seijin pengelola aku membawa beberapa stek batang pohonnya untuk ditanam di rumah. Bunga di pojok pagar itu menyimpan banyak kenangan untuk diceritakan.
      

Jumat, 02 Juli 2021

angin

Angin
Terus berhembus
Bawa kabar tentang penyakit
Tentang sakit
Tentang kematian
Yang tiba-tiba
Tak terduga

Aku, kamu, kita
Si penunggu giliran
Yang juga akan angin kabarkan
Kepada dunia 
Bila saatnya tiba

Kita masih di latar
Jalani waktu ujian
Berburu bekal perjalanan
Berhati-hatilah kawan
Hidup ini cobaan
Dunia ini tipuan
Dan kita punya pilihan
Kita jua yg tentukan


Kamis, 01 Juli 2021

Satu Juli


.      Tanggal satu. Waktu seolah cepat sekali berlari dan berlalu.Tak terasa sudah kembali tanggal satu. Entah apa yang ia buru. Begitu banyak kisah dan cerita ia biarkan begitu saja berlalu. 
       Dibiarkannya saja pelakunya sendiri yang mendokumentasi. Ada yang mencatat dalam diary. Ada yang mengukirnya di blog pribadi. Ada juga yang hanya melekatkannya di memory hati. 
       Tanggal satu. Hadirnya banyak yang menunggu. Pastinya ada sesuatu. Ya, memang begitu. Karyawan, pegawai, guru, bahkan pembantu, semua menunggu tanggal satu. Seakan semua beban akan bertemu kawan bertumpu. Semua asa akan mengharu biru. Semua masalah kan lepas dari belenggu
      Tanggal satu. Kali ini tak biasa bagiku. Doa subuh menenangkan hatiku. Sarapan pagi menenangkan kruyuk-kruyuk di perutku. Sambil ngopi menatap istri yang tambah ayu. Walau mentari masih malu-malu, terasa dunia milikku.
       Ya, tanggal satu. Memulai hari dengan semangat baru. Kubulatkan tekad tuk konsisten menulis di blogku. Menorehkan kisah hari-hariku. Mengukir cerita, merekam jejakku. 
       Malam hari tanggal satu. Terdengar suara merdu dari surau dekat rumahku. Kalimat barjanji mengalun syahdu. Aku kenali itu suara anakku. Denayu, engkau bidadari di keluargaku. 

Pojok Bulu Indah, 1 Juli 2021

Writer's Block

Pentigraf Oleh: Yoyon Supriyono Diskusi mingguan sekitar masalah literasi di komunitas literasi Zamrud semakin ramai saja. Semu...