Jumat, 10 Desember 2021

kutitip cinta pada pemilik cinta

                                                                 (Gambar: Iqra.com)

Pentigraf
Karya Umi Noor

       
       Lantai 2 Flamboyan 212 begitu lengang. Sesekali cahaya kilat merasuk lewat kaca jendela yang bercadar kain menjuntai. Langit malam belum lelah menebar gerimis. Seperti kelopak mataku yang tak mampu membendung tangis. Kupeluk Mas Pras yang terbaring lemah diatas tempat tidur. Selang infus yang menempel ditangannya sedikit menghalangi pelukanku. Tubuh Mas Pras menggigil dan sesekali bergerak-gerak. Matanya terpejam kuat seperti menahan rasa sakit yang teramat sangat. 
      Kudekatkan bibirku ke telinganya. Kubisikkan kalimat-kalimat toyibah. Kutuntun Mas Pras agar mengikuti ucapanku. Sesekali bibirnya bergerak-gerak, seprti menirukan ucapanku. Kepegang erat telapak tangannya. Ingin rasanya kuberikan seluruh kekuatanku padanya. Kucium pipinya dengan tetap kubisikan kalimat toyibah. Namun tiba-tiba dari mulutnya keluar busa putih, reflek aku mundur menjauhkan wajahku dari wajahnya. Aku beristighfar. Kuambil tisu lalu kulap mulutnya. Tapi busa masih terus keluar bahkan dari telinga juga. Mbak Yani yang menemaniku, segera keluar dan kembali bersama seorang dokter dan beberapa perawat. 
      Perasaanku jadi tak menentu. Rasa takut dan hawatir bercampur dengan isak tangis yang tak dapat kubendung. Aku takut kehilangan Mas Pras. Aku belum siap berpisah dengannya. Ketakutanku semakin menjadi ketika tubuh Mas Pras tiba-tiba mengejang. Matanya terbuka bersamaan dengan tarikan napasnya yang begitu panjang. Lalu perlahan terpejam seiring nafasnya yang kian menurun. Kupanggil namanya sambil kugoyang-goyang tubuhnya. Dokter dan perawat segera melakukan tindakan. Pacu jantung dihentakkan beberapa kali. Namun Mas Pras tetap terkulai diam. Dokter menatapku sambil menggelengkan kepala memberi isyarat. Seiring suara dari monitor berbunyi panjang dan garis spiral kian melurus datar. Mas Pras nampak seperti tertidur lelap, raut wajahnya tenang tanpa menahan rasa sakit lagi. Aku baru merasakan keanehan. Kupanggil suamiku berkali-kali sambil kupeluk erat. Kuciumi keningnya dengan tangis yang yang tak dapat kubendung. "Innalillahi wa innalillahi rojiun" Ucapan Mba Yani samar kudengar. Semuanya menjadi gelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Writer's Block

Pentigraf Oleh: Yoyon Supriyono Diskusi mingguan sekitar masalah literasi di komunitas literasi Zamrud semakin ramai saja. Semu...