Senin, 31 Januari 2022

D o d o l C i n a

Nini Encih memang gaul. Walaupun usianya sudah bada asar, tapi semangatnya masih seventeen. Rambut model vanilla swirl-nya selalu ganti warna. Gigi ompongnya sudah genap lagi. Ia suka nebeng rias wajah bila main ke rumah Aytun. Kelakuannya makin nyleneh sejak kepergian kakek tiga tahun lalu. Walau begitu, semua keluarga memaklumi. Yang penting nenek slalu sehat.

Kemauannya pun suka macam-macam. Hampir semua jenis kuliner kekinian yang viral , Nini Encih selalu ingin mencoba. Pernah terkena mencret karena keseringan makan seblak setan yang akhir-akhir ini sedang booming. Hari ini, gegara di medsos ramai status Imlek, Nini Encih lagi ngebet pengen dodol cina. Aytun sang cucu kesayangan, segera memenuhi keinginan neneknya. 

Usai makan dodol cina, Nini Encih terlihat sering mondar mandir seperti sedang mencari sesuatu. Ketika ditanya, gigi emasnya hilang satu. "Mungkin tertelan sama dodol, Ni,"  duga Aytun. Nini Encih baru sadar. Ia terlalu asyik menikmati lezatnya kue khas Imlek itu hingga tak terasa giginya tertelan. Berhari-hari ia buang hajat di pekarangan, mengoreh tinjanya guna menemukan gigi hilangnya. Aksi nylenehnya berakhir ketika Aytun tak sengaja menemukan gigi Nini Encih di atas bufet. 

Sabtu, 29 Januari 2022

K u r a n g

Paimin mulai panik ketika tamu yang datang diluar dugaannya. Sedianya ia hanya mengundang tetangga dekat dan jamaah mushola pada acara marhaban malam itu. Kurang lebih lima puluh box nasi yang ia pesan. Namun ia sudah menyalami lebih dari enam puluh orang. Bahkan satu dua orang kenalannya yang mengetahui acara itu masih berdatangan. Ruang tamu dan teras sudah tak bisa menampung.

Aytun sigap keluar memesan beberapa puluh box lagi. Usai memberi sambutan, Paimin nampak sibuk mondar mandir. Kakeknya sempat bingung melihat tingkah cucunya yang tak biasa itu. Berkali-kali telfon Aytun tidak diangkat juga. Raut muka Paimin mulai memucat. Tak terbayang malam itu ia akan dipermalukan gegara persiapan yang kurang matang.

Hingga usai doa penutup, Aytun belum datang juga. Paimin sudah pasrah. Nasi box mulai dibagikan memutar dari satu orang ke lainnya. Paimin terbengong, ternyata semua undangan kebagian nasi, bahkan masih tersisa lima box, sementara semua undangan sudah mendapatkan bagiannya. Suara batuk kakek yang keluar dari kamar membawa dupa, mengejutkan Paimin. Rupanya sang kakek yang berilmu tinggi itu yang telah membantunya. Paimin spontan ingin berguru. "Puasanya enam puluh tiga hari tanpa putus dan bukanya sebuah pisang dan segelas air putih," jelas kakek pada Paimin yang langsung menepuk jidat. Jangankan 63 hari, puasa romadhon saja sering batal, pikirnya.


H i l a n g

Pencarian Aytun dihentikan ketika rintik hujan mulai turun. Semua kembali ke penginapan. Rencana pencarian dilanjutkan besok pagi. Ada yang melihat Aytun terakhir kali berada di bibir pantai memandang laut. Ia berdiri di atas salah satu batu besar. Tak jauh dari sana, berjajar pepohonan rimbun bagian dari hutan pantai. 

Pemilik penginapan dan beberapa panitia menggelar ritual malam itu. Sebatang rokok cerutu dinyalakan dan diberdirikan di atas pasir yang harus dijaga hingga esok sebelum rombongan pulang. Sedang peserta tour dihimbau untuk berdzikir dan doa  bersama. 

Hingga saat pulang, belum ada kabar atau petunjuk keberadaan Aytun. Rombongan sudah berkemas memasuki bus masing-masing. Beberapa panitia tetap tinggal di lokasi hingga ada kejelasan. Paimin merasa lega saat memeriksa cerutu yang tersisa masih berasap. Aytun masih hidup, pikirnya teringat pesan tetua kampung pada ritual semalam. Seorang gadis berteriak memanggil Aytun yang tetiba muncul keheranan. "Lho ini mau pada kemana, baru datang kok sudah berangkat lagi," ungkapnya polos seperti tak terjadi apa-apa. Padahal, rombongan sudah dua hari beracara di tempat itu.

Rabu, 26 Januari 2022

pendukung militan

Pendukung Militan
#pentigraf

Oleh Yoyon Supriyono

Pendukung militan. Itulah julukan yang pantas buat Paimin yang telah berjuang mati-matian agar kandidat yang diusungnya menang. Walau pesta demokrasi itu telah usai, semangatnya tidak padam. Pada suatu acara kedinasan, bupati idamannya telah mengagendakan kunjungan ke desa tempat tinggalnya. Kabar itupun merebak cepat hingga ke telinganya.

Sebagai pendukung militan, ia tak lepas menanggung beban moral akan kiprah pemimpin dukungannya. Di benaknya sudah terlist seabreg curahan hati mewakili masyarakat desanya. Mulai dari sanjungan, harapan dan usulan terkait kondisi baik infrastruktur atau masyarakat secara umum. Acara yang direncanakan mulai pukul tujuh, tak juga ada tanda-tanda bupati datang. Atas kesigapan panitia, berbagai acara pengisi waktu berhasil menghibur audience. Paimin yang sudah tak sabar dan kelelahan, tertidur di musholla usai buang hajat.

Pukul sebelas rombongan bupati datang. Usai sambutan dan tanya jawab singkat, bupati segera pamit karena agenda lain sudah menunggu pada hari itu. Marbot yang hendak melantunkan adzan, terkejut melihat Paimin tertidur. Saat dibangunkan, marbot memberi tahu bahwa tadi banyak yang mencari Paimin. Paimin yang kecewa memarahi si marbot, kenapa ia tak ada yang membangunkan. Saat ke tempat acara, nampak kursi kosong berjajar. Ia membayangkan dirinya bersalaman dengan orang nomor satu itu dan menyampaikan orasinya. "Maaf, Pak, kursinya mau diangkut. Mobilnya sudah menunggu." Paimin bangun dari duduknya. Seisi hatinya terhanyut dalam arus kekecewaan. Ia bertekad akan datang langsung ke pendopo suatu hari nanti....

Anthurium 13

Pukul 13.00, dering smartphone membangunkan tidur siang Aytun. Dengan malas ia angkat karena itu telfon dari kantor suaminya. Kabar yang datang, membuatnya bergegas bangun. Paimin masuk rumah sakit karena pingsan. Aytun segera berkemas dan menuju rumah sakit di mana Paimin mendapat pertolongan pertama. Dari keterangan perawat, Paimin mengalami stroke ringan. Ia butuh perawatan intensif selama beberapa hari di rumah sakit. 

Anthurium 13. Di ruang ini Paimin terbaring menjalani perawatan. Di hari ketiga, kondisinya berangsur membaik. Ia sudah bisa berkomunikasi walau syaraf bicaranya agak terganggu. Ia sudah bisa memegang handphone walau jarinya masih agak kaku digerakkan. Dokter bilang tak apa untuk latihan pemulihan. Hati Aytun sedih melihat kondisi suaminya. Walaupun kata dokter semua akan baik-baik saja.

Hari ke-13, Paimin sudah dibolehkan pulang. Ketika Aytun hendak berkemas, terdengar ketukan di pintu. Seorang gadis kecil masuk dan langsung memeluk Paimin. "Papaah...." suara panggilan itu sontak merobek jantung Aytun. Tatapan mata Aytun beradu dengan pandangan mata suaminya yang mulai berkaca-kaca. Tak hanya itu, pandangan keduanya beralih kepada ibu muda yang berdiri mematung. Tiga pasang mata saling tatap tanpa kata....

Selasa, 18 Januari 2022

Handphone

Suda dua kali pandangan gadis itu beradu dengan tatapku. Kutengok kebelakang, sekedar meyakinkan diri bahwa dia sedang menatap orang lain. Tapi tak ada siapapun. Ah, berarti benar dia mencuri pandang. Tapi pantaskah aku yang seperti pengantar COD ini disukai gadis secantik dia? Ya, gadis di seberang mejaku memang cantik. Potongan rambutnya pendek. Kaos oblong warna putih membalut badannya yang langsing. Celana jeans pendek dengan beberapa robekan, membungkus pahanya yang mulus. Posisi duduk bersilang kaki, tampak jelas dari pandangan mataku yang tembus ke bawah meja. Lelaki mana yang tidak tergoda?

Ketika kembali tatapku beradu, kucoba lempar senyum. Dia membalas dengan senyum sambil bibir mungilnya memainkan sedotan dalam gelas jus. Deg, naluri lelakiku terpicu untuk menyambanginya. Dia tak keberatan ketika aku pindah ke mejanya. Kami berkenalan. Dia tak percaya ketika kusebut namaku, Dekan. Kukeluarkan dompet dan kutunjukkan KTP ku. Dia berdiri mendekat, hingga dadanya menyentuh pundakku. Wangi parfumnya seperti membiusku. Fantasiku meliar ketika menatapnya berjalan menuju toilet.

Sudah sepuluh menit ia belum juga kembali dari toilet. Aku sabar menunggu hingga limabelas menit. Dua puluh menit berlalu dan  setengah jam sudah aku meninggu. Karna penasaran, aku bermaksud mencarinya ke toilet sekalian pergi dari cafe itu. Namun ketika di kasir, aku terkejut karna dompetku tak ada di saku celanaku. Aku langsung teringat gadis itu saat mengeluarkan KTP. Saat kutanyakan pada pelayan, gadis dengan ciri-ciri itu sudah pergi naik angkot setengah jam lalu. Pasti gadis itu yang mengambil dompetku, dugaanku.

Writer's Block

Pentigraf Oleh: Yoyon Supriyono Diskusi mingguan sekitar masalah literasi di komunitas literasi Zamrud semakin ramai saja. Semu...