Seperti biasa aku disambut dengan penuh kegembiraan. Terutama putri kecilku yang baru berusia lima tahun. Ia tak mau lepas denganku. Tidurpun minta dikeloni aku, papahnya. Yang sulung kebanyakan mengalah. Ia sudah kelas tiga SD, dan ibunya mendidiknya agar mandiri. Hari-hariku kulalui dengan mengajak keluargaku berbelanja ke mall, berwisata, dan mengunjungi kerabat dekat. Terutama ibu yang sering aku kunjungi, karena beliau sedang sakit. Radang akut sudah lama bersarang di paru-parunya.
Menjelang cutiku habis, istriku bilang bahwa ia sepertinya sedang mengandung. Aku bahagia mendengarnya. Akupun mengajaknya untuk memeriksakan kandungannya ke bidan atau dokter. Awalnya menolak, tapi akhirnya setuju dengan syarat ia berangkat sendiri saja dan aku membersamai anak-anak di rumah. Aku setuju saja walau kurasa ada yang ganjil. Hingga kutemukan secarik kertas catatan kehamilan yang tersimpan dalam tas coklat yang ia sembunyikan dalam lemari. Bagai tersambar petir saat kutahu bahwa istriku sedang hamil empat bulan. Tulang-tulang seperti terlepas dari tubuh saat teringat cerita ibu bahwa ayah sering menginap untuk menengok cucunya. Aku terduduk lunglai dengan remasan kertas di tangan. Istriku datang meratap di pangkuan. Sementara'di luar pintu kamar ayahku berdiri mematung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar