Mang Juha dan Kang Ubed memang uplek kalau sudah ngobrol. Di sela-sela waktu istirahat mengolah lahan, mereka berdua selalu memanfaatkannya untuk duduk santai. Selain ngopi, ngudud dan nyemil, kurang afdol jika tanpa ngobrol.
"Kang Ubed, sini istirahat dulu. Masih ada besok untuk dilanjutkan," teriak Mang Juha yang sudah duduk bersila di atas bale.
Mendengar suara Mang Juha, Kang Ubed segera melepas cangkulnya. Sambil menyeka keringat, kang Ubed bergegas menghampiri mang Juha.
"Siang ini panas sekali, ya Mang," keluh kang Ubed.
"Makanya istirahat saja dulu," mang Juha menuangkan secangkir kopi untuk sahabat karibnya.
"Hidup kita tuh susah terus, ya Mang," lagi-lagi terlontar keluhan dari bibir kang Ubed.
"Sudahlah..., jangan banyak mengeluh, mungkin menurut Allah ini terbaik buat kita," mang Juha mulai berdakwah.
"Terbaik bagaimana Mang, hidup susah kok dibilang baik?" Kang Ubed mendebat.
"Lha, kalau sekarang kamu jadi pejabat, belum tentu itu baik di mata Allah."
"Ya nggak begitu Mang, pasti saya akan melakukan yang terbaik," Kang Ubed membela diri sambil menyeruput kopi panas, namun terasa pahit di lidah Kang Ubed.
"Walah, kok kopinya pahit, Mang?"
"Kan belum ditambah gula, ya pahit lah. Namanya juga kopi, hehehe...."
"Mana atuh gulanya?" Kang Ubed tengah tengok mencari wadah gula.
"Gulanya habis. Aku sudah gak punya duit buat beli gula. Besok kamu bawa gula, ya. Kopi Lampungnya masih banyak, nih!" Mang Juha mengangkat wadah kopi bubuk dari Lampung, oleh-oleh menantunya yang seminggu yang lalu berkunjung.
"Iya, iya, besok aku bawa gula. Sekarang biar menikmati kopi pahit saja, sepahit nasib kita, hahaha..." Kang Ubed berusaha menghibur diri.
Mang Juha menyulut sebatang rokok, lalu menghisapnya dalam-dalam. Tak lama keluar asap berbentuk bundar dari mulutnya.
"Hidup terus berputar seperti lingkaran asap itu," Mang Juha berfilsafat sambil memandangi lingkaran asap itu.
"Lalu buyar tertiup angin, ya Mang, seperti hidup kita," Kang Ubed melirik bungkus rokok Mang Juha yang tinggal sebatang. Ia ragu untuk mengambilnya.
"Ambil saja, buat nanti masih ada tembakau dan daun kawung," Mang Juha mengeluarkan bungkusan plastik berisi sekerat tembakau dan sebungkus kecil kelobot.
"Saya masih belum ngerti Mang, menjadi pejabat kok belum tentu baik. Maksudnya apa, ya Mang, saya gak paham."
"Begini, saya beri contoh saja ya biar ngerti. Klo mau jadi pejabat baik camat, kasi, Kabid, atau pejabat lainnya, itu harus pake duit."
"Ah, Mamang tahu darimana, emang ada aturannya?" Kang Ubed gak percaya.
"Memang gak ada aturan tertulisnya, tapi itu sudah umum, bukan rahasia lagi," kata Mang Juha sambil mengisap lagi rokoknya. Entah sudah hisapan yang ke berapa.
"Oh, jadi harus pake modal, ya Mang," kang Ubed manggut-manggut tanda mengerti.
"Itu dia, makanya pejabat banyak yang korupsi buat ngembalikan modal dan nyari untung lebih," Mang Juha bersemangat menjelaskan.
"Korupsi kan dilarang, merugikan negara dan rakyat," Kang Ubed langsung komentar ketika mendengar kata korupsi.
"Makanya jadi pejabat belum tentu baik di mata Allah," Mang Juha memperjelas topik bahasan siang itu
Kang Ubed nampak merenung dan manggut-manggut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar