Rabu, 09 Februari 2022

Gerobak Siomay Bang Juha

Bang Juha, rekan satu komunitas burung, kudapati sedang melamun. Aku yang hendak buru-buru pulang, terbersit untuk menghampirinya. Ia pun berkisah tentang gerobak siomaynya yang hancur kena tabrak lari. Ia tak sempat melihat nomor ataupun jenis mobilnya, karena ikut terpental. Aku berusaha menghibur dan berjanji mencarikan solusi. 

Saat makan malam, ayah bilang tadi telat pulang karena mampir ke bengkel. Sementara aku bercerita ihwal bang Juha yang habis kena musibah. Kasihan, kata ibuku. Bang Juha kehilangan sumber penghidupan satu-satunya. Ibu juga sempat menyumpah serapah si sopir yang ugal-ugalan dalam ceritaku. Itu bentuk empatinya yang spontan dan membuat ayah saat itu sempat tersedak. Ayah justru menyalahkan bang Juha yang berjualan di jalan. Beda pendapat antara ayah dan ibuku sempat menyulut debat kecil bertabur argumen kehidupan yang mengayakan jiwa. Ayah bermenung ditemani kepulan asap Sampoerna mild. Berbatang-batang hingga larut malam.

Esok harinya, aku melihat seseorang menurunkan gerobak dari pick up dan mendorongnya menuju rumah bang Juha. Karena penasaran, aku bertanya pada bang sopir. Katanya gerobak baru itu sebagai pengganti gerobak yang ditabrak pria yang menyuruhnya namun tak mau menyebutkan nama. Walaupun demikian, pak sopir sempat melirik pin di baju seragamnya. Pria itu bernama Herman Maladewa. "Ayah!" Desahku berjuta rasa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Writer's Block

Pentigraf Oleh: Yoyon Supriyono Diskusi mingguan sekitar masalah literasi di komunitas literasi Zamrud semakin ramai saja. Semu...