Saat yang ditunggu pun akhirnya tiba. Dengan mobil sewaan, ia jemput istrinya ke bandara. Kebahagiaan kembali mengisi hari-hari bersama istri dan seorang anaknya. Rumah sederhana telah terbangun dari hasil keringat istrinya. Sepeda motor telah memanjakan mereka ketika jalan-jalan sore bertiga. Maklum, selain gajih bulanan, istrinya juga mendapat bonus perhiasan yang lumayan banyak dari tuannya.
Kebahagiaan yang baru satu bulan itu, nyaris berakhir di polindes. Istrinya divonis sedang hamil empat bulan. Empat mata, Paimin berkali-kali mencoba bicara dengan istrinya yang hanya diam berurai air mata. "Aku dipaksa, Mas. Jika menolak, aku diancam penjara dengan tuduhan telah sengaja mencelakai istri majikanku hingga meninggal," akunya suatu saat sambil menggendong bayi mungil bermata indah dan berhidung mancung itu. Bayi yang tak mirip Paimin, lelaki yang kini hanya bisa menelan ludah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar