Aku segera mengambil sebatang reng bambu untuk mengusir biawak yang juga tampak susah keluar kandang. Kutarik selot bilah bambu yang kufungsikan sebagai pintu. Setelah terbuka ayam-ayam ku berebut keluar bersama biawak yang sudah melepaskan tubuh jago dari mulutnya. Pukulan bilah bambu tak mampu menghalanginya kabur ke saluran air. Ayam segera kumasukkan kembali ke dalam kandang. Aku kembali beraktivitas di depan leptop.
Selang beberapa menit, keributan di dalam kandang terulang lagi. Pasti monster lapar itu kembali ke kandang. Kali ini aku membawa golok yang baru diantarkan kakak dari Banten. Hujan masih deras ketika kutarik selot bambu agar ada jalan keluar. Ayam-ayam sudah keluar duluan. Sementara sang monster masih berputar mencari jalan keluar. Ia segera menemukan celah yang terbuka dan dengan cepat mengeluarkan tubuhnya. Golok yang sudah terhunus segera beraksi. Tebasan pertama mengenai pinggulnya. Lukanya cukup dalam. Tubuhnya jatuh ke tanah dan sebelum ia sempat kabur, tebasan kedua mengenai lehernya. Biawak malang itu terdiam dengan darah mengucur dari luka di lehernya. Sesekali leher itu masih bergerak, dan kuakhiri dengan tebasan ketiga hingga total membuatnya tak berdaya. Sesekali lidahnya masih terjulur. Lalu tak bergerak sama sekali. Aku segera mengandangkan kembali ayam-ayamku. Kupandangi tubuh hewan melata yang selama ini sering diburu oleh anak-anak muda. Tubuh sepanjang satu meter dan berat sekitar lima kilogram itu sudah aman dalam galeri ponselku. Di grup WAG kluarga segera kuposting berita hangat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar