Senin, 21 September 2020

Tantrum, Apa dan Bagaimana Penangananya?



Tanpa disadari, kita semua pasti pernah mendapati anak yang rewel, menangis atau reaksi kemarahan yang ekstrim lain yang kadang menjengkelkan. Itu semua hal yang normal dan lumrah. Namun, di situasi yang tidak tepat, pasti menjengkelkan bahkan mungkin membuat malu orangtua. Nah, bagaimana menangani hal ini bila terjadi pada anda.

Perilaku  anak yang demikian disebut tantrum. Apa sih tantrum itu sebenarnya? Menurut Ibu Nouf Zahrah Anastasia,S.Psi., M.Psi dalam sebuah webinar, tantrum adalah kondisi kemarahan yang ekstrim pada anak sebagai reaksi ketika ia frustasi. Tantrum sering muncul pada anak batita-balita karena anak seusia ini belum memiliki kemampuan yang mencukupi dalam mengungkapkan kebutuhan atau keinginannya secara verbal. Ia baru dalam tahap belajar berkspresi, belajar bicara dengan cara menirukan, belajar mengungkapkan keinginan. Nah, ketika keinginan atau kebutuhanya tidak terpenuhi karena tidak dipahami orang lain, ia menjadi frustasi. Reaksinya berbentuk kemarahan yang terkadang ekstrim, sebagai ekspresinya agar diperhatikan. Misalnya merengek, menjerit, menangis tak henti-henti sambil berguling-guling di lantai, hingga reksi agresif seperti memukul, menendang dan sebagainya. Peilaku tantrum ini bertujuan agar keinginan atau kebutuhan si anak dipenuhi atau didapat.

Secara umum tantrum bisa muncul karena hal-hal berikut ini :

·      Ketika anak tidak mendapatkan apa yang inginkannya

·      Bila orangtua atau guru tidak mau melakukan apa yang diinginkan anak

·      Bila anak diminta melakukan hal yang tidak diinginkanya

·      Bila anak menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkannya

Selain  tantrum, ada perilaku anak yang disebut melt-down. Melt-down adalah situasi di mana anak mengamuk karena permasalahan sensori. Seringkali karena terlalu banyak rangsangan sensori yang masuk ke inderanya, membuat anak bingung memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Hal ini membuat perasaan anak menjadi tidak nyaman hingga mengamuk sejadi-jadinya.

Walaupun reaksi perilaku yang muncul hampir sama, tapi bila dilihat dari faktor pemicunya ada beberapa perbedaan. Berikut ini hal-hal yang membedakan tantrum dan melt-down:

1) Tantrum muncul karena didorong oleh adanya keinginan atau tujuan, sedangkan melt-down didorong oleh reaksi terhadap sesuatu;

2) Tantrum biasanya karena anak menginginkan sesuatu, melt-down muncul sebagai  reaksi dari rasa kewalahan atau tekanan yang berlebihan;

3) Pada kasus tantrum, anak mengecek untuk memastikan apakah orangtua memperhatikan perilakunya atau tidak, sedangkan pada kasus melt-down anak tidak peduli jika orang lain memperhatikan;

4) Tantrum dilakukan anak di depan banyak orang, perilaku melt-down akan terus dilakukan bahkan tanpa ada yang melihat;

5) Pada tantrum anak mempertimbangkan koekuensi pada dirinya, sedangkan pada melt-down anak  tidak mempertimbangkan keselamatan diri;

6) perilaku tantrum akan langsung berhenti bila anak mendapat yang diinginkan, sedangkan melt-down hanya akan berhenti setelah anak tenang atau ketika orang yang dicintai telah membantu mendapatkan kembali kontrol dirinya;

7) Pada tantrum, anak akan segera kembali ke aktivitas normal bila tujuannya tercapai, sedangkan pada melt-down  butuh waktu lama.

   Perilaku tantrum ata upun melt-down tidak bisa dibiarkan. Bila dibiarkan dikhawatirkan akan terbawa hingga mereka dewasa. Dalam hal ini, anak perlu dibimbing untuk belajar mengontrol emosi dan mengelola rasa frustasi yang dialaminya. Anak juga perlu belajar bahwa mereka tidak bisa menggunakan perilaku ekstrimnya (tantrum) sebagai cara untuk mendapatkan sesuatu. Untuk itu orangtua atau guru harus bijaksana dalam menyikapi perilaku tantrum pada anak.

Ada hal yang harus diingat bahwa saat tantrum anak akan memperhatikan reaksi atau respon yang ditampilkan orangtua atau gurunya. Jika orangtua atau guru merespon dengan reaksi negatif yang berlebihan seperti berteriak, memaki, memukul, atau lainnya, justru seringkali menyebabkan intensitas tantrum bertambah.

Respon yang tidak tepat dari orangtua atau guru misalnya dengan mengabulkan permintaan anak, akan membuat anak belajar bahwa tantrum merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Beberapa hal bisa dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan anak menunjukkan perilaku tantrum, diantaranya :

a.       Kenali kemampuan anak dan berikan tugas sesuai kemampuannya.

b.      Buatlah aturan yang jelas dan dijalani dengan konsisten

c.       Komunikasikan dengan jelas apa yang harus dilakukan oleh anak dan pastikan anak telah memahami tugasnya.

d.      Sebelum menjalani suatu aktivitas, buatlah perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak. Berikan penjelasan apa yang akan dilakukan, hal yang mungkin terjadi, perasaan yang mungkin timbul, dan alternatif pilihan yang mungkin dilakukan.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sebagai resiko ketika tantrum muncul, perlu diingat hal-hal berikut :

·         Hindari kemungkinan terjadinya cidera secara fisik. Misalnya dengan menyingkirkan atau mengosongkan ruangan dari benda-benda yang berpotensi dapat melukai anak. Bisa juga dengan memindahkan anak dari lokasi atau situasi saat itu.

·         Minimalisasi penonton atau khalayak ramai yang menyaksikan anak ketika tantrum muncul. Dalam kasus ini orangtua biasanya akan mengalah atau menuruti kenginan  anak karena malu dilihat orang banyak.

Sebagai pedoman, beberapa tehnik berikuti ini dapat diterapkan ketika menghadapi tantrum pada anak :

·    Komunikasikan dengan baik prilaku yang kita harapkan dilakukan oleh anak

·    Gunakan alat bantu visual, misalnya dengan menuliskan prilaku yang kita harapkan

·    Berbicara sedikit mungkin

·    Maksimalkan gesture dan tubuh sebagai alat bantu visual. Gunakan tubuh untuk membuat sesuatu terjadi, untuk mengkomunikasikan apa yang seharusnya tidak dilakukan dan untuk mencegah hal tertentu.

·    Beri waktu pada anak untuk merespon. Jika respon yang diharapkan tidak muncul, segera ingatkan dan beri waktu kembali.

·    Usahakan sedikit mungkin orang yang hadir atau menyaksikan saat tantrum berlangsung, karena tantrum bukan tontonan. Kehadiran orang lain apalagi dalam jumlah banyak, akanmenguatkan perilku tantrum.

·    Perhatikan eye-contact atau kontak mata yang kita lakukan. Tunjukkan ekspresi seolah-olah perilaku tantrum yang dilakukan anak tidak membeikan pengaruh apapun pada kita. Kita bisa berpura-pura sibuk melakukan sesuatu, tapi tetap mengawasi perilaku mereka.

·  Jika anak telah tenang, ajak dia untuk membicarakan masalahnya. Pada saat demikian, kita sedang mengajarkan pada anak ketrampilan mengungkapkan perasaannya. Atau, anak belajar melakukan negosiai dengan guru bila tugas yang diberikan terlalu berat.

·  Arahkan anak untuk melanjutkan aktivitas atau tugas yang ditinggalkannya, dengan catatan tidak boleh memberi hadiah /reward, atau menuruti keinginan anak walaupun perilaku tantrum telah berhenti. Untuk menghindari rasa frustasi, boleh saja tugasnya dipermudah.

·  Ajari anak tentang tehnik untuk menangkan diri, misalnya mengambil nafas dalam-dalam sebanyak 3 kali, atau suruh menghitung sampai sepuluh dan sebagainya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Writer's Block

Pentigraf Oleh: Yoyon Supriyono Diskusi mingguan sekitar masalah literasi di komunitas literasi Zamrud semakin ramai saja. Semu...