Minggu, 23 Oktober 2022

sopir angkot

Aku mengurungkan diri berhenti menjadi sopir angkot. Kejadian tragis dua malam lalu belum bisa menjadi alasan kuat. Aku kembali mengakrabi jalanan kota mengais penumpang. Seorang pria perlente melambaikan tangan dan menjadi penumpang kedua malam itu. Penumpang pertamaku seorang perempuan malang yang berhasil kutolong dari preman pasar yang merampas dompetnya. 

Perempuan itu meminta berhenti di depan gang kecil. "Ambil saja untuk keperluanmu. Aku lebih mudah mendapatkannya daripada mbak," aku menolak lembar rupiah yang ia berikan, walau sebetulnya aku sangat membutuhkan. 

Dari spion kulihat lelaki penumpang keduaku tersenyum melihat kejadian tadi. Ia bercerita bahwa ia terpaksa naik angkot karena mobilnya mogok di kantor. Karena kasihan, aku bersedia mengantarnya hingga depan rumah. Ia memberiku sebuah amplop berisi uang yang kutolak karena jumlahnya terlalu banyak. "Ambil saja untuk kebutuhanmu, aku lebih mudah mendapatkannya daripada abang," aku melongo melihat segepok lembaran merah bergambar proklamator. Belum sempat ucapkan terimakasih, lelaki itu telah lenyap di balik gerbang sebuah rumah mewah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Writer's Block

Pentigraf Oleh: Yoyon Supriyono Diskusi mingguan sekitar masalah literasi di komunitas literasi Zamrud semakin ramai saja. Semu...