Selasa, 23 Agustus 2022

Asa dalam Map Merah

Bu Ningsih nampak sibuk membongkar lemari kayu tua di sudut kamarnya. Lemari berisi buku dan arsip-arsip penting itu mendadak porak poranda. Ia mencari sesuatu yang akan menjadi penentu masa depannya. Sesekali pencariannya ia tunda ketika bayi mungil yang belum genap 40 hari itu nangis minta nete. 

Wajahnya berbinar ketika membuka sebuah map dan menemukan apa yang ia cari. Sebuah SK ketika pertama kali ia diterima menjadi tenaga honorer delapan belas tahun yang lalu. Setelah difotocopy, ia langsung membawanya ke sekolah untuk digabung dengan berkas lainnya. Map-map merah bertumpuk menggunung di atas meja. Jelang senja kepala sekolah baru selesai melegalisasi seluruh berkas.

Pagi itu hari terakhir pengumpulan berkas di kantor dinas. Bersyukur kelar juga akhirnya. Terbayang besaran rupiah yang akan ia terima sebagai ASN, setelah bersabar dalam pengabdian panjang. Ia akan mengganti mukenah ibunya yang warna putihnya sudah lama memudar. Juga akan mengganti kopeah bapaknya yang sudah belasan tahun. Juga untuk sedekah dan infak pembangunan mushola. Tak lupa akan mengumpulkan anak-anak untuk berebut sawer pecahan uang coin yang ia taburkan. "Horeeee, horeee....hahaha," Bu Ningsih bersorak gembira dengan mata masih terpejam. Teman-teman semobil yang menyaksikan sontak tertawa. Xenia hitam itu berhenti di kedai bakso. Bu Ningsih terbangun dari asa indahnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Writer's Block

Pentigraf Oleh: Yoyon Supriyono Diskusi mingguan sekitar masalah literasi di komunitas literasi Zamrud semakin ramai saja. Semu...