Surat Cinta Untuk Arumi
Entah sudah lembar ke berapa kusobek dan kuremas dari halaman buku tulisku. Rasanya lebih mudah bikin PR dari pada menarikan tinta rasa untuk si dia. Sudah kupilih diksi yang pas, tapi saat kubaca sepertinya ada yang kurang. Kuulang dan kuulang lagi, hingga jadilah sepucuk surat untuk Arumi. Segera surat itu kutitipkan pada Hamdan, teman sekelasnya.
Pagi itu tak kulihat Hamdan di sekolah. Hatiku dag dig duh tak karuan. Rasanya ingin kudengar bagaimana sikap Arumi ketika menerima surat dariku. Pasti pipinya merona dan bibir mungilnya menebar senyum. Begitu, bayangku.
Saat ke kantin, aku kaget ketika teman-teman Hamdan mentertawakanku. Aku semakin kaget ketika Hendry culun menghampiriku. "Maafkan aku, Dit. Suratmu untuk Arumi dijadikan contoh surat cinta oleh Bu Sindy dalam pelajaran Bahasa Indonesia."
Mukaku seperti disambar petir menahan malu. Baru saja hendak pergi, tamparan tangan Arumi yang tiba-tiba datang, mendarat telak di pipiku.